Jamban Merakyat




Dengan langkah terburu-buru lelaki yang beranjak tua itu berjalan menuju sebuah kali di belakang rumahnya. Dia menuju ke sebuah jamban yang tak lain adalah tempat membuang hajat. Jamban itu kecil tanpa atap berdinding atap rumbia yang sudah mulai usang. Sampainya di jamban dia duduk, tenang dengan ekspresi wajah tak biasa. Tak lama kemudian sebuah benda meluncur, tenggelam dan terapung di air. 

Beberapa hari lalu sebuah mobil truk singgah di depan rumahnya, dia heran sembari berdiri melihat seorang lelaki yang turun dari mobil truk. Lelaki itu meminta izin untuk memasang Baligho Bakal Calon Kepala Daerah di depan rumahnya. Dia berpikir sejenak, siapa orang itu yang mau jadi calon kepala daerah? Diapun menanyakan.

“siapa itu yang mau jadi kepala daerah yang mau pasang baligho di sini”?tanyanya pada lelaki yang turun dari truk.

“orangnya baik, merakyat dan akan mensejahterakan rakyat” jawabnya dengan senyum.

Sejenak dilirik rumah tempat tinggalnya yang masih berdinding kayu, beratap seng di begian depan dan di belakang beratap rumbia. Lantaipun hanya semen apa adanya, jendela tanpa daun yang hanya di tutupi kain gorden. Dia berpikir 20 tahun lalu membangun rumah dan sudah berapa pemilu dalam hidupnya dia masih seperti sekarang. 

Karena tak enak akhirnya dia mengizinkan baligho ukuran 3x4 meter itu berdiri di depan rumahnya. Pada baligho itu terdapat sebuah foto, tulisan nama bakal calon di bawah foto dan sebuah kata “MERAKYAT”di bagian atas foto.

Kembali ke jamban di atas kali, diapun cebok dengan tenang. Suara gemericik air terdengar di aliran kali yang alirannya lambat. Kemudian dia berdiri. Namun tak diduga balok kayu jamban tempatnya berpijak patah. Akhirnya dia jatuh ke kali bersama dinding atap rumbia, terapung dan berenang bersama benda yang baru saja keluar dari tubuhnya. 

Basah kuyup, dia berjalan ke rumahnya sesekali mengeluarkan keluhan dan sumpah serapah. Berganti pakaian dia kembali ke jamban miliknya. Ditatap sembari berkata dalam hati “jamban sudah rusak, kayu balok tak ada, atap rumbia untuk dinding jamban juga tak ada. Mau buang hajat di mana keluargaku. Tidak mungkin menumpang di rumah tetangga yang punya WC”. Walau miskin setidaknya dia masih punya malu untuk selalu meminta tolong pada orang lain. 

Dia berjalan ke depan rumah, pikirannya masih soal jamban yang rusak. Tiba-tiba matanya tertuju pada baligho calon kepala daerah di depan rumahnya. Dia senang, tanpa pikir panjang dia bergegas masuk rumah membawa palu, linggis, dan pisau. Hanya 5 menit baligho itu sudah rebah, di pisahkan balok-baloknya dan baligho di bagi menjadi dua. Jadilah baligho itu dua bagian, sebelah atas adalah wajah calon Kepala Daerah dan kata “MERAKYAT” bagian lain tubuh tanpa kepala dengan nama Bakal Calon.

Dibongkarnya jamban lama, 2 balok panjang di jadikan pijakan jamban, 2 balok yang lebih pendek di bagian atas. 2 bagian baligho dijadikan dinding jamban. Akhirnya jadilah jamban baru buatannya, tampak dari timur Gambar Wajah Bakal Calon dengan kata “Merakyat”, dari barat gambar badan tanpa kepala lengkap dengan nama Bakal Calon.

Senyum menghiasi bibirnya, dalam hati dia bergumam “daripada gambar dan balok-balok itu di pajang di pinggir jalan lebih baik saya gunakan untuk jamban agar bermanfaat, jamban yang saya buat juga bukan untuk keluargaku saja, tapi untuk orang lain yang mau menggunakan”. Bukankah itu lebih “MERAKYAT” bukan hanya sekedar gambar dan tulisan tapi sudah ada tindakan nyata yang bisa dimanfaatkan orang lain. 

Diapun melangkah menuju rumahnya, ada rasa bangga karena sudah membuat sebuah JAMBAN MERAKYAT dengan tulisan “MERAKYAT”. MERAKYAT walau untuk membuang benda yang tak seorangpun menginginkan. Bahkan bisa digunakan bersembunyi ketika ada yang mengejar.

Di dalam rumah dia kembali berfikir tentang jamban, baligho bakal calon, dan kata “MERAKYAT”. Diapun menggerutu, berkata dengan sedikit sinis “apanya yang merakyat gambar, tulisan dan mulutnya saja pake kata merakyat, tapi beda dengan tindakan. Sudah banyak pemilu selalu ada kata merakyat tapi begitu saja”. Daripada merakyat di baligho lebih baik di pake bikin jamban yang siapapun bisa menggunakan buang hajat. 

“Merakyat itu tak mesti menggunakan dan diperlihatkan dengan gambar, tulisan dan kata, apalagi karena dekat dan mau menang Pemilu, Pilkada, dan Pilcaleg. Cukup satu tindakan kecil yang bermanfaat untuk orang lain”.

Palopo, 3 mei 2017

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Jamban Merakyat"

Post a Comment