PANDANGAN USTAD FAYYADZI TENTANG ASHOLAH MENURUT ASFAR

Ada dua hal yang harus dicermati terkait dengan diskursus asholatul wujud untuk menentukan maudhu asholah; realitas objektif (eksternal) dan realitas mental (internal). Asholah bukan pembahasan mana yang ada di realitas eksternal, karena baik wujud dan mahiyyah keduanya ada direalitas eksternal dengan satu entitas yang darinya terabstraksi dua mafhum yang berbeda; mafhum wujud dan mafhum mahiyyah. Di realitas eksternal, wujud dan mahiyyah adalah entitas yang satu (relasi ‘ainiyyat, hal ini tentu pada entitas yang memiliki mahiyyah yaitu wujud mumkin), artinya sebab (illat) tidak melakukan dua proses penciptaan (iijad); pertama mencipta wujud kemudian mencipta mahiyyah, akan tetapi penciptaan wujud adalah penciptaan mahiyyah itu sendiri. Dengan kata lain, ‘sebab’ tidak mencipta wujud manusia pada tahap pertama kemudian mencipta manusia pada tahap selanjutnya, atau pertama mencipta manusia kemudian mencipta wujudnya (sebagaimana yang dikatakan syeikh isyraq), ia mencipta wujud mumkin yang berarti juga mencipta mahiyyah.

Asholah juga bukan pembahasan mana yang menjadi sebab dan mana akibat di realitas eksternal, atau dengan kata lain mana yang ada secara dzati (maujud bidz-dzat) dan mana yang maujud bilaradh di realitas eksternal, karena sebagaimana yang disebutkan di atas, wujud dan mahiyyah memiliki relasi ‘ainiyyat di realitas eksternal, sehingga baik wujud dan mahiyyah keduanya adalah maujud bil-aradh, dan hanya wujud wajib yaitu wujud yang tidak memiliki mahiyyah yang maujud bidz-dzat, dan tentu tidak ada yang mengatakan bahwa wujud wajib yang ashil sementara wujud mumkin adalah wujud ‘itibari (kecuali muhaqqiq Dawwani).

Pembahasan asholah adalah diskursus realitas internal. Asholah adalah mana yang ada secara dzati di realitas internal, dengan kata lain mana yang menjadi sebab analitik (dalam Bahasa ustad fayyadzi: ‘illat tahlili); wujud atau mahiyyah?. Artinya, dari dua konsep yang terabstraksi dari entitas yang satu; konsep wujud dan konsep mahiyyah, mana diantaranya yang ashil dan maujud secara dzati? Menurut ustad Fayyadzi, konsep wujud yang ashil, sementara konsep mahiyyah adalah konsep I’tibari, karena mahiyyah adalah mahiyyah, tidak terkandung keberadaan dalam dzatnya, mahiyyah mengada setelah ada wujud yang melekat padanya. Berbeda dengan konsep wujud yang substansinya adalah keberadaan itu sendiri. Dengan ini, wujud maujudun bizd-dzat, sementara mahiyyah maujudun bil-aradh, wujud adalah sebab tahlili mahiyyah. Sekali lagi, ini semua dalam koridor realitas internal atau analisis akal, karena pada wilayah realitas eksternal, baik mahiyyah maupun wujud, keduanya maujud bil-aradh yang berarti ia adalah akibat, dan hanya wujud wajib yang maujud bil-dzat yang berarti ia adalah sebab. Ustad Fayyadzi mencontohkan sifat hayyun Tuhan sebagai sebab tahlili keberadaan sifat qadir dan ‘alim-Nya, namun sifat2 tersebut merupakan entitas yang satu pada wilayah realitas eksternal. Begitu juga dengan wujud merupakan sebab tahlili mahiyyah dan keduanya merupakan entitas yang satu dalam realitas eksternal.

Cat:
• ustad fayyadzi memberikan beberapa bukti dalam kitab asfar (yang tidak saya cantukan disini) untuk membuktikan bahwa apa yang dikatakannya sesuai dengan pandangan Mulla Sadra.
• Ustd Fayyadzi adalah filosof kontemporer sekaligus murid langsung Ayatollah Mishbah Yazdi, beliau banyak mengajarkan dan mensyarah kitab-kitab filsafat; seperti bidayah, nihayah, asfar dll dan sering pula memberikan pandangan-pandangan khasnya yang cenderung berbeda dengan pandangan populer.

Alfit Syair (Mahasiswa Universitas Qom Iran)



Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "PANDANGAN USTAD FAYYADZI TENTANG ASHOLAH MENURUT ASFAR"

Post a Comment