Baligho Pahlawan dan Masyarakat Simbolis

Baligho Andi Djemma dan Opu Daeng Risaju Pahlawan Luwu


Hari Pahlawan 10 November, baligho Pahlawan Luwu Andi Djemma dan Opu Daeng Risaju yang ukuranya kecil hanya 1x1,5 di sebuah lapangan menjadi perbincangan masyarakat Facebook utamanya masyarakat Luwu. Sebagian orang menyesalkan itu baik lewat status hingga berkomentar di media. 

Apakah hal itu masih perlu di persoalkan tentang besar kecilnya baligho? Benar adanya setiap orang mengapresiasi jasa pahlawan dengan berbagai cara. Salahsatunya adalah lewat simbol, simbol pahlawan lewat ukuran besar kecilnya balhigo.

Masyarakat simbol memang seperti itu pula adanya akan selalu mempermasalahkan besar kecil, panjang pendek, dan banyak sedikit. Namun fokus pada simbol pahlawan (baligho) semata juga sebuah persoalan. Utamanya pada masyarakat Luwu.

Satu pertanyaan yang harus dijawab sudah berapa kali kita membaca dan menghayati kemudian mengambil pelajaran untuk hidup kita dari kedua pahlawan itu? Atau mungkin kita hanya tahu sebatas nama dan gelar kebesaran tanpa pernah tahu sejarah dan menanamkan nilai-nilai perjuangan mereka dalam diri kita, lalu menjadikan perjalanan perjuangan mereka sebagai karakter generasi Wija to Luwu. 

Alangkah sayangnya ketika hanya masalah baligho menjadi persoalan besar, sementara di sekolah-sekolah SD, SMP, SMA se- Tana Luwu kedua pahlawan itu tak masuk dalam kurikulum pelajaran sejarah tidak pernah kita persoalkan. Lahirlah generasi-generasi Tana Luwu yang hanya tahu nama dan gelar besar tanpa tahu sejarah apalagi mau mengambil pelajaran dari keduanya. 

Disaat setiap sekolah memiliki perpustakaan namun tak satupun kita temukan buku tentang Andi Djemma dan Opu Daeng Risaju. Ketika dinding setiap ruangan kelas sekolah tertempel foto/ poster pahlawan, namun tak satupun kita temukan foto/ poster Andi Djemma dan Opu Daeng Risaju. Lalu mengapa mencak-mencak hanya baligho yang terpasang beberapa jam di lapangan? 

Daripada baligho semata alangkah baiknya jika buku tentang Andi Djemma dan Opu Daeng Risaju dapat dihadirkan pula hingga menjadi bahan bacaan masyarakat khususnya pelajar di Tana Luwu. Dengan membaca sejarah dua pahlawan ini maka kita tidak hanya tahu nama dan gelar, tapi perjuangan dan karakter mereka yang dapat di contoh generasi Wija to Luwu. 

Hal ini mungkin menjadi kritik bagi semua Wija to Luwu agar membanggakan dan menghargai pahlawan tak hanya sebatas simbol, nama dan gelar semata. Tapi ada nilai-nilai tertentu dari kedua pahlawan ini yang harus juga harus di contoh dan menjadi pelajaran. Untuk memenuhi hal itu membaca dan mendiskusikan adalah salahsatu caranya.

Belopa, 11 November 2017 Memperingati Hari Pahlawan

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Baligho Pahlawan dan Masyarakat Simbolis"

Post a Comment