KOPI BISANG BUMERANG BARU PENCITRAAN LUWU

Kopi Bisang kini menjadi sebuah produk baru yang ke depannya dianggap dapat bersaing dengan produk kopi yang telah ada sebelumnya di Indonesia. Bijih kopi yang berasal dari kecamatan Latimojong kabupaten Luwu ini telah lama menjadi minuman sehari-hari masyarakat di daerah pegunungan Latimojong namun baru kali ini di kembangkan menjadi sebuah peluang bisnis. Uniknya pada peluncuran kopi Bisang di acara Luwu expo bulan februari 2015 kota Belopa, kopi yang berasal dari pegunungan ini di bagi menjadi dua produk. Kopi Bisang dan Kopi Latimojong.

Kopi Bisang sesuai informasi dari pemerintah kabupaten sendiri menjelaskan Kopi Bisang merupakan biji kopi yang telah melalui proses fermentasi air liur hewan yang bernama Bisang dan jatuh di atas tanah. Berbeda dengan kopi Luwak atau Musang yang melalui proses fermentasi dalam perut Musang dan keluar bersama kotoran. Sementara Kopi Latimojong adalah biji kopi yang langsung di petik dari pohonnya oleh masyarakat.

Produk yang di harapkan dapat mensejahterakan masyarakat khususnya petani kopi di daerah Latimojong ini bisa jadi akan mengalami beberapa kendala. Baik itu pada rasionalisasi produk juga pada wilayah pemasaran. Dalam mencapai tujuan kesejahteraan dan produk yang akan di pasarkan upaya swadaya telah dilakukan dengan Gernas Kopi.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yang bisa saja menjadi kendala terhadap Kopi Bisang yang baru populer seumur jagung ini.

1.   Istilah Kopi Bisang dan Hewan Bisang

Bisang yang di klaim sebagai hewan endemik sulawesi yang hanya ada di Latimojong perlu menjadi sebuah pertimbangan besar. Jika Bisang adalah seekor hewan akan menjadi pertanyaan ke depannya apakah hewan ini adalah sepies baru atau sepies lama yang telah di temukan namun hanya karena bahasa masyarakat hingga di sebut dengan Bisang. Maka untuk menjawab hal ini perlu sebuah data secara ilmiah terkait  hewan ini yang bersumber dari pakar fauna. Namun bisa saja kenyataan istilah ini akan terbalik jika masyarakat yang di minta untuk menjelaskan istilah Bisang. Bagi masyarakat Luwu Bisang merupakan suatu proses memungut sisa-sisa tanaman hasil produksi yang berada diatas tanah. Sebagai contoh pada lahan kacang tanah yang telah habis di panen, sisa-sisa kacang tanah yang masih ada di atas tanah yang di pungut oleh masyarakat di sebut dengan Bisang. Biji kakao dan kopi yang jatuh di atas tanah akibat angin atau pun hewan yang kemudian di pungut adalah tindakan yang di sebut dengan Bisang.

2.   Penjelasan Ilmiah Bisang

Istilah ini pun menjadi sebuah kotraversi di masyarakat yang telah lama mengetahui bahkan melakukan proses Bisang. Lalu bagaimana jika istilah ini meminta penjelasan ilmiah tentang hewan Bisang? bisa saja akan sulit karena tidak di dasari pada data dan fakta ilmiah tentang hewan ini terlebih lagi bertolak belakang dengan istilah masyarakat. Maka tak akan salah ketika sebagian orang akan menyebut nama hewan Bisang adalah keliru. Akan menjadi pertanyaan seberapa istimewa hewan ini khususnya pada bagian air liur. Fermentasi dalam waktu yang sangat singkat dalam mulut oleh air liur hewan ini apakah bisa menghasilkan biji kopi yang memiliki rasa berbeda dengan biji kopi yang jatuh begitu  saja atau di petik pada pohon. Hal ini butuh penjelasan ilmiah tidak sekedar memunculkan di berbagai media yang menjelaskan Bisang tanpa data dan fakta ilmiah.

3.   Jaminan Keaslian Biji Kopi

Sejak penemuan tentang keistimewaan biji kopi yang di makan oleh Musang/ Luwak yang melalui fermentasi dalam perut maka untuk mempersiapkan produksi dalam jumlah besar di pasar maka menternak Musang adalah salah satu cara yang dilakukan masyarakat. Ini akan lebih mempermudah proses produksi sehingga petani tak perlu jauh berjalan di sekitaran kebun kopi untuk mendapatkan sisa biji kopi yang telah dimakan Musang/ Luwak.

Dalam kasus Kopi Bisang belum ada kepastian atau jaminan apakah biji kopi yang di pungut untuk di produksi menjadi kopi Bisang adalah biji kopi hasil fermentasi air liur hewan Bisang. Namun jika menternak hewan ini adalah sebuah solusi maka selain penjelasan ilmiah tentang kehidupan hewan ini juga harus sebuah study penelitian. Hingga tak ada lagi keraguan terhadap biji kopi yang di produksi dan akan akan di pasarkan.

4.   Kesiapan Lahan Produksi

Membincang produksi dan pasar maka hal yang utama adalah sumber bahan baku produksi. Berapa banyak luas lahan yang berada di daerah Latimojong sampai hari ini belum ada data yang jelas. Sebagian orang hanya akan berkata “kira-kira” atau “sekitar” dsb. Permintaan Kopi yang berasal dari Latimojong ini bisa saja meningkat namun tanpa kesiapan lahan produksi maka sama saja mengerjakan sesuatu yang besar tanpa perencanaan yang baik.

5.   Kopi Bisang dan Efek Kesejahteraan Rakyat Latimojong

Kopi telah menjadi bagian dari masyarakat Latimojong sejak dulu hingga sekarang. Produksi kopi dalam bentuk kemasan dapat menjadi sebuah peluang peningkatan kesejahteraan pada masyarakat khususnya di Latimojong. Namun kesejahteraan ini akan sulit tercapai tanpa sebuah pembangunan sistem pengelolaan ekonomi yang bisa di lakukan oleh masyarakat atau pun melalui campur tangan pemerintah. Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) menjadi sebuah peluang bagi masyarakat. Pengelolaan sistem perekonomian melalui Bumdes ini dapat memperjelas kepada siapa masyarakat akan menjual hasil bumi dan ada sebuah kejelasan harga. Pemerintah  dengan sistem pemasaran produksi kopi dapat menarik minat investor untuk berinvestasi dan tidak menutup kemungkinan masyarakat dengan model swadaya dapat membangun ekonomi mereka sendiri secara mandiri. Lahan dan bahan baku di kelola masyarakat dan pemasaran dalam bentuk kemasan dapat di kelola pemerintah dengan tujuan peningkatan PAD.



Perencanaan setrategis ini menjadikan kopi sebagai komoditas yang menjanjikan masyarakat hingga kedepannya akan terus di kembangkan masyarakat. Jika saja hal itu tidak terjadi maka akan menjadi bumerang bagi produsi kopi di Latimojong. Komoditi yang tidak menjanjikan kesejahteraan membuat masyarakat jenuh hingga mengganti dengan komoditi pertanian lain yang lebih memiliki nilai jual lebih tinggi.

Peluang ekonomi mesti sejalan dengan aspek rasionalisasi dan mempertahankan produk. Bagaimanapun dengan perkembangan komunikasi saat ini dan persaingan antar produk di pasar dapat menjadi tantangan sendiri. Kopi Bisang atau pun Kopi Latimojong yang coba merambah pasar akan berhadapan dengan berbagai tantangan persaingan. Aspek data, fakta yang bersifat ilmiah, kesiapan lahan dan efek kesejahteraan masyarakat perlu menjadi pertimbangan. Nama Bisang hingga aspek ilmiah bisa mempengaruhi daya beli pasaran terhadap kopi asli Luwu.

Mungkin di antara kita ada yang akan menanggapi dengan mengambil contoh White Coffee (kopi putih) yang telah lama berada di pasaran. Sangat sederhana sekalipun bertolak belakang dengan kenyataan kopi berwarna hitam namun hal itu tidak merubah paradigma masyarakat tentang kopi yang berwarna hitam kapanpun dan dimanapun. Termasuk pada Luwak White Coffee, kopi Luwak yang telah sukses hingga pasaran dunia pada komunikasi dan wacana mengalami perkembangan sedemikian rupa dengan tidak menghilangkan identitas kopi pada masyarakat.

Namun pada kasus kopi Bisang, kata Bisang sebagai proses memungut sisa tumbuhan yang telah menjadi bagian masyarakat Luwu selama puluhan tahun coba di hilangkan. Kata yang merupakan bagian terkecil dari bahasa adalah sebuah budaya. Budaya merupakan identitas dan kekayaan suatu daerah yang membuat berbeda dari daerah lain. Budaya tutur kata harus dijaga dan dilestarikan bukan untuk di hilangkan dengan memaknainya dalam wujud lain yang belum terbukti kebenarannya.

Postingan terkait: