Fakta dalam dunia islam siapapun yang
bersyahadat dengan pengakuan jika Allah adalah satu-satunya Tuhan dan tak ada
Tuhan yang lain dan Muhammad adalah utusan Allah maka dia sudah dinyatakan
islam. Namun dengan perbedaan pada setiap manusia bukan berarti sama syahadat
maka akan sama pula dalam berislam. Perbedaan adalah hal yang lumrah bahkan
telah di beritakan oleh Al Qur’an dan hadis jika hal itu akan ada. Bahkan
kalangan yang bukan islam sekalipun juga tidak bisa menolak terjadinya
perbedaan diantara sesama manusia.
Namun perbedaan yang telah menjadi kepastian
rupanya tidak semua orang dapat menerima hal itu berada dalam diri dan sekitar
mereka. Hingga cenderung perbedaan dianggap sebagai sebuah masalah yang harus
di selesaikan dengan cara penyeragaman. Sadar atau tidak ketika kita bertanya
kepada semua orang yang mengaku islam maka mereka semua akan menjawab jika
perbedaan tak akan dapat di cegah dan yang menentukan keislaman mereka adalah
hak Allah semata.
Kerukunan yang selalu coba di bangun diantara
perbedaan aliran, pemahaman dan mazHab tidak akan terwujud tanpa adanya
kesefahaman. Kesefahaman juga tidak akan bisa terjadi tanpa ada usaha dari
semua pengikut aliran, pemahaman dan mazhab untuk memahami diri masing-masing.
Hal ini sangat penting karena kesalahfahaman pada diri sendiri dan orang lain
menyimpan benih-benih konflik.
Jika kita melihat secara sepintas berbagai
persoalan konflik, ketegangan yang terjadi karena perbedaan pandangan. Namun
itu jika kita hanya melihat dari permukaan saja. Jika kita melihat secara
mendalam pada setiap pengikutnya maka akan kita temuka jika konflik itu juga di
sebabkan oleh kesalahfahaman pengikut mahzab terhadap mahzabnya sendiri.
Misalnya pengikut Sunni salah faham tentang mahzab Sunninya, pengikut Syi’ah
salah faham tentang mahzab Syi’ahnya begitu juga dengan yang lain.
Selain itu dari perbedaan ini juga kita
melihat dari semua pengikut itu terdapat beberapa karakter mereka dalam
mengikuti mazhab. Ada yang mengikuti mahzab namun tidak melihat mazhabnya yang
benar semata, dia lebih mengedepankan sikap menghargai perbedaan yang merupakan
fitrah. Ada juga yang kita temukan orang yang menempatkan dirinya sesuai dengan
kondisi bahkan seenak dirinya. Dia ketika berkumpul dengan preman maka diapun
menjadi preman, dengan uztas dia juga berpenampilan seperti ustas. Jika
bergabung dengan mazhab A dia adalah pengikut mazhab A begitu juga jika berada
dalam mazhab yang lain. Ada juga yang kita temukan orang yang memilih satu mazhab,
senantiasa menganggap mazhabnya yang paling benar yang lain di anggap salah.
Tiga macam cara bermazhab itu kita dapatkan
dalam setiap pengikut mazhab. Maka jelas sekali terlihat orang bisa saja satu
mazhab namun akan berbeda cara pandang melihat mazhabnya, melihat mazhab yang
lain, terlebih lagi tindakannya. Namun bukan berarti islam yang sejatinya
adalah umat yang satu seperti yang dikatakan Allah dalam Al Qur’an tidak
memiliki titik temu namun titik temu itu sangat jelas sebagai pondasi dasar
keyakinan umat islam sendiri. Hal itu adalah syahadat itu sendiri.
Dalam mengatasi masalah ini bisa saja ada
beberapa hal yang mesti diperhatikan agar hal ini tidak berlarut-larut dalam
konflik saling menyesatkan dan mengkafirkan. Pertama membuka ruang dialog untuk
saling memahami pandangan yang berbeda dimana dengan dialog ini mazhab yang
satu akan memahami mazhab yang lain langsung dari sumbernya buka dari sumber
yang tidak seharusnya menyampaikan. Salahsatu pemicu orang lain berani
menghakimi yang lain adalah cepat percaya pada pandangan suatu mazhab yang
berbeda karena sumber yang diperoleh tidak bersumber langsung dari penganut
mazhab yang berbeda darinya. Ini jelas menimbulkan kesalahfahaman.
Kedua masing-masing penganut mazhab mencoba
manggali lebih dalam tentang mazhabnya sendiri. Jika ajaran suatu mazhab
bersumber dari Al Qur’an maka sangat mustahil ajaran itu mazhab itu akan
membolehkan mengkafirkan apalagi menindas orang lain yang berbeda darinya. Hal
juga sangat mungkin menjadi penyebab orang lain tidak menerima perbedaan pada
orang lain karena pengetahuan terhadap mazhabnya sendiri yang berbeda atau
bahkan dangkal.
Selain itu yang tak kalah penting untuk
menumbuhkan kerukunan dalam masyarakat yang berbeda pandangan adalah kalangan
ulama atau orang-orang berilmu yang dikatakan sebagai pewaris para nabi dan
rasul dalam Al Qur’an. Peran ulama yang senantiasa menjadi rujukan bagi
masyarakat atau pengikutnya bisa menjadi sebuah dorongan untuk menciptakan
kerukunan. Pertemuan, dialog, dan membicarakan kondisi umat antara sesama ulama
mazhab adalah penting yang dapat mempengaruhi masyarakat secara psikologi
ataupun secara sosial untuk bisa hidup rukun dan saling menghargai perbedaan.
Jika hal itu kita lakukan dengan
sungguh-sungguh maka bisa saja kerukunan umat akan terjadi tanpa mempersoalkan
perbedaan yang ada. Tujuan semua manusia adalah Allah dan yang ,memiliki
otoritas atas klaim keislaman seseorang untuk Allah. Apa yang telah kita
lakukan di dunia kelak akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah.