Pendidikan
sebagai sebuah aset penting bagi masyarakat. Pendidikan memiliki peranan yang
urgen diantaranya sebagai media untuk menanamkan pemikiran kelompok masyarakat,
sebagai peningkatan sumber daya manusia, usaha untuk menyiapkan generasi yang
lebih baik kedepannya, dll.
Namun dalam
menghadapi perkembangan zaman pendidikan utamanya pendidikan formal harus bisa
menghasilkan generasi bukan hanya untuk mempertahankan identitas masyarakat tapi
juga kritis terhadap perubahan. Budaya kritis dalam pendidikan akhir-akhir ini
dipandang sebelah mata. Murid-murid yang senantiasa mempertanyakan sesuatu hal
kadang dianggap sebagai penghambat bahkan dengan arogansi para guru memberi
mereka sanksi.
Pendidikan
tanpa sebuah budaya kritis menjadi murid-murid hanya diisi dengan berbagai pengetahuan
tanpa ada proses mengelola pengetahuan itu untuk memperdalamnya. Seringkali
yang terjadi adalah proses penyeragaman manusia. Standar yang digunakan pun
terkadang hanya pada satu pelajaran semata.
Pada sekolah
formal dari tingkat dasar hingga tingkat atas sering kita temui diskriminasi
pada siswa. Misalkan saja penggunaan standar pelajaran matematika, fisika,
kimia, dan ilmu pasti lain sebagai pintar atau tidaknya seorang siswa. Seorang
siswa yang kesulitan belajar ilmu pasti dianggap bodoh. Namun pada saat yang
sama guru-guru memastikan jika dalam pelajaran siswa-siswa memiliki
ketertarikan yang berbeda-beda dalam pelajaran. Pertanyaan yang mungkin bisa
dilontarkan pada guru-guru adalah apakah semua siswa harus bisa ilmu pasti
dengan rumus-rumus yang rumit baru dapat dikatakan pintar?.
Hal serupa
juga terjadi pada pelajaran di luar ilmu pasti. Para siswa senantiasa di beri
tugas yang ketika mereka menjawabnya mereka dengan mudah mendapatkannya dalam
buku bacaan. Lalu jika hanya sekedar memindahkan isi buku apa bedanya
siswa-siswa ini dengan mencontek.
Jika kita
melihat perkembangan pendidikan memang kadang sangat rumit. Ganti tahun
berganti pemerintahan maka berganti pula kebijakan dan kurikulum pendidikan.
Hal ini senantiasa dikeluhkan oleh orang-orang di institusi pendidikan tidak
terkecuali guru yang mengajarkan di sekolah-sekolah. Wajar, karena mereka harus
di perhadapkan pada kondisi pendidikan yang lebih bernuansa pengejaran terhadap
besarnya anggaran (politik) tanpa melihat seperti pengembangan pendidikan yang
berbasis kebutuhan.
Namun
kembali pada tujuan pendidikan yang memanusiakan manusia. Sebelum memanusiakan
maka terlebih dahulu seorang guru harus memanusiakan dirinya sendiri bukan
hanya menjadi penurut sistem. Kebijakan dan kurikulum boleh berganti, namun
guru sebagai pondasi dalam pendidikan harus faham dan betul-betul menjadikan
fungsi sekolah sebagai tempat memanusiakan. Sekolah bukan menjadi sebuah tempat
menakutkan hingga banyak siswa yang datang kadang merasa terbebani dengan banyaknya
tugas dari pelajaran yang bermacam-macam.
Bagaimanapun
seorang guru yang mengemban tugas mulia dalam masyarakat. Harus memiliki
kreatifitas, kemampuan beradaptasi
dengan cepat terhadap perubahan zaman, dan mampu membaca perkembangan
masyarakat.
Kreatifitas
menuntun guru tak hanya menggunakan satu metode untuk mengajarkan pengetahuan,
namun guru harus bisa menghasilkan sendiri metode. Hingga mengajar bukan hanya
sekedar memindahkan ilmu tapi pada saat yang bersamaan mendidik diri sendiri
untuk menjadi manusia seutuhnya.
Keberadaan
kurikulum pendidikan di negara yang selalu di terapkan kondisi politik sangat
rentan terhadap kebijakan. Guru sebagai tulang punggung masa depan suatu bangsa
harus memiliki sikap terhadap keadaan masyarakat. Wajar jika kuwalitas guru di
pertanyakan masyarakat ketika guru sama sekali tak tahu menahu tentang arah
perkembangan dunia, masyarakat, termasuk pengaruh perubahan itu terhadap
perilaku murid-murid mereka.
Untuk itu
guru-guru maupun sarjana yang hendak mengabdikan diri sebagai guru mesti selalu
mengetahui perkembangan terbaru dunia pendidikan. Informasi yang kini menguasai
dunia menjadi sangat penting untuk menentukan seperti apa guru harus
menciptakan model pendidikan untuk menjawab tantangan zaman.
Belum ada tanggapan untuk "UNTUK PARA GURU"
Post a Comment