SEKILAS TENTANG WUJUD MENTAL


Jika kita melihat ke cermin, terkadang kita melihat cermin sebagaimana cermin, kita mengamati jenis maupun sifat-sifat cermin tersebut misalnya dari sisi ukuran, kejernihan atau keburamannya. Namun terkadang juga kita melihat cermin, akan tetapi kita tidak melihatnya sebagaimana cermin, kita melihat cermin sebagai sebuah hikayah/cerita dari realitas di luar cermin, misalnya kita mengamati wajah kita yang berada dalam cermin. Cara kita melihat cermin yang pertama disebut ‘ma fihi yunzhar’, dan yang kedua disebut ‘ma bihi yunzhar’.

Konsepsi-konsepsi yang kita miliki pun demikian. Jika ia dilihat secara ma fihi yunzhar, dilihat sebagai sebuah entitas yang memiliki karakteristik seperti bersandar pada jiwa, maka konsepsi tersebut merupakan salah satu ekstensi realitas eksternal yang memiliki efek eksternal yang dalam istilah disebut dengan ‘ilmu’. Namun jika konsepsi tersebut dilihat secara ma bihi yunzhar, dilihat sebagai hikayah dari realitas eksternal yg dipantulkannya, sebagai perantara bagi kita untuk mengetahui realitas eksternal, maka konsepsi tersebut dinamakan ‘wujud mental’ yang berhadapan dengan wujud eksternal lantaran tidak memiliki efek eksternal. persis aeperti wajah kita yang berada di cermin yang hanya sebatas cerita dari wajah kita, ia tidak memiliki efek yg di rasakan wajah eksternal kita.


Dengan demikian:

1. Ilmu equal dengan wujud eksternal, wujud mental disequal dengan wujud eksternal.

2. Ilmu dan wujud mental terabstraksi dari hakikat yang satu, persis dengan ukuran cermin dan gambar yang ada di dalam cermin, keduanya terabstraksi dari hakikat yang satu.

3. Karena ilmu equal dengan wujud eksternal, maka ia bersifat partikuler, berbeda dengan wujud mental yang bersifat universal.


Uraian di atas juga dapat dijadikan sebagai sanggahan atas kritikan yang dipaparkan oleh para pengingkar wujud mental. Mereka mengatakan bahwa keyakinan terhadap wujud mental berimplikasi pada terjadinya kontradiksi, yaitu entitas yang satu bersifat universal sekaligus partikulir; universal karena ia merupakan konsep yang dapat diterapkan pada beragam individu, partikulir lantaran ia merupakan wujud yang bersandar pada jiwa dan mengikuti individualitas jiwa dan wujud yang mengindividu tak dapat diterapkan pada beragam individu.


Adapun jawabannya adalah, konsepsi2 yang kita miliki, meskipun merupakan entitas yang satu, namun ia dapat dilihat dari dua sisi; pertama ia dilihat sebagai sebuah hikayah ( wujud mental), kedua ia dilihat sebagai sebuah eksistensi eksternal (ilmu). Dari sisi yang pertama ia bersifat universal, dari sisi yang kedua bersifat partikulir. Kontradiksi terjadi jika ia universal sekaligus partikulir dari sisi yang sama. Dengan penjelasan yang lebih logikal, dapat dikatakan bahwa konsepsi2 mental di tinjau dari ranah predikasi primer bersifat universal, dan partikulir ditinjau dari ranah predikasi turunan. Salah satu syarat kontradiksi sebagaimana yang dicetuskan oleh Mulla Sadra adalah adanya kesatuan predikasi.

Alfit Syair (Mahasiswa Universitas Qom Iran)

Postingan terkait: