Menolak keberadaan rokok sudah menjadi isu
yang selalu di gemborkan sejumlah orang. Bahkan kadang penolakan ini sedikit
membuat tersenyum karena ada yang menolak rokok tapi sebagian hidupnya di
peroleh dengan berkebun cengkeh hehehee.
Demikian pula jika membuka jejaring sosial
seperti FB ramai dengan akun-akun anti rokok yang mencela rokok lengkap dengan
perokoknya. Rajin melakukan share link-link tentang dampak buruk rokok hingga
ada yang sangat horor dengan mengharamkan rokok.
Cukuplah mengerutkan dahi membaca semua itu,
karena tak sedikit dari mereka mencela rokok namun pada kenyataannya menjual
rokok hingga lagi-lagi hal itu membuat tertawa di depan layar.
Jika kita mau melihat kenyataannya bahan baku
dari rokok adalah tembakau dan cengkeh. Dua komoditi petani Indonesia ini sejak
dulu telah menjadikan bangsa Eropa harus rela mengarungi laut menjelajah hingga
puluhan kilometer. Kini dua hasil alam itu telah terbukti mengsejahterakan
petani.
Para penolak rokok ini juga susah menolak
kenyataan dimana perusahaan rokok telah menghidupi ribuan buruh perusahaan
lengkap dengan keluarganya. Gaji merekapun bersumber dari para perokok yang membeli
rokok.
Kini kita tinggalkan rokok dan asapnya yang
mengandung seribu racun dan menyebabkan perokok pasif lebih teracuni. Indonesia
dalam beberapa hari ini di ramaikan dengan berita kabut asap karena kebakaran
lahan. Sejumlah lembaga lingkungan menemukan penyebab kebakaran itu selain
karena ulah masyarakat yang membuka lahan juga ada campur tangan pihak
perusahaan yang dilakukan dengan sengaja.
Efeknya, di beberapa tempat jarak pandangan
berkurang, sejumlah orang menderita sesak nafas, bandara di tutup, negara
tetangga juga ikut terganggu. Di beberapa tempat kabut sudah sampai pada ukuran
berbahaya.
Lama saya mencoba melihat-lihat dinding para
Anti Rokok tak sedikitpun saya menemukan mereka bersuara tentang kabut asap
yang telah merusak kesehatan ratusan orang dalam waktu bersamaan. Tak ada
mencela, menghina pelaku pembakaran, bahkan prihatin dan bersedih terhadap
bencana asap tak ada sama sekali saya menemukan di status mereka.
Ada apa, rokok yang asapnya sedikit, di beli
dengan uang keringat sendiri, menghidupi petani dan buruh di cela dan di
haramkan habis-habisan. Sementara pembakar hutan yang merusak lingkungan tak
sama sekali di cela apalagi mau di haramkan.
Secara dampak jika hutan di bakar maka bukan
hanya kabut asap akibatnya. Sumber air berkurang pada musim kemarau, musim
hujan bisa banjir bahkan longsong karena pohon-pohon yang menjadi pahlawan bumi
telah mati terbakar oleh ulah manusia dan perusahaan dan dilakukan dengan
sengaja atas nama keuntungan.
Lalu di mana kalian para anti rokok, apakah
mulutmu sudah di sumbat para pembakar hutan hingga rokok yang memberi makan
puluhan ribu orang di negeri ini dengan enteng di cela, di hina hingga di
haramkan. Ketika hutan di bakar yang mengakibatkan kabut kalian diam tak ada
suara bagai pohon bisu termakan api.
Mungkin lebih mudah menyudutkan mereka yang
perokok, seperti yang di paparkan oleh Mentri Kesehatan RI Nafsiah Mboi di
republika.com pada tahun 2014 terdapat 66 juta jiwa perokok aktif di Indonesia
yang didominasi oleh masyarakat kelas menengah kebawah. Kelas menengah sampai
hari ini masih menjadi objek kebijakan yang kadang tak memihak kepada
mereka. Maka dapatilah mereka senantiasa
menjadi kambing hitam dalam banyak persoalan.
Sama halnya dengan perusahaan yang membakar
hutan dengan sangat mudah memperlakukan negara ini dan mengorbankan masyarakat
tanpa rasa bersalah telah mengotori udara Indonesia yang masih dianggap sebagai
paru-paru dunia. Sama entengnya dengan mereka yang anti rokok menghina tanpa
merasa bersalah dan tanpa rasa berdosa. Kritikan pedas melesat bagai anak panah
lepas dari busur pada perusahaan rokok namun di banyak kasus beberapa
perusahaan pembakar hutan tak ada sedikitpun celaan yang terlontar.
Untuk itu jangan terlalu kelewatan
memperlakukan rokok dan penghisapnya. Jika di satu sisi masih mengakui sisi
fositifnya. Bahkan beberapa waktu lalu kita bersama-sama dengan semangat
merayakan kemerdekaan yang ke-70. Jangan lagi buta kemerdekaan itu karena ulah
para perokok, seperti Sukarno, Hj. Agus salim yang mana mereka adalah pahlawan
di negeri ini.