LINTAH

Suatu pengalaman ketika mengajak sejumlah pemuda berdiskusi tentang pembangunan, namun di balas nyinyir bahwa hal itu tak usah di urus. Ucapannya nyinyir di sertai lantunan hadis "sebaik-baik manusia adalah yang berguna bagi sesama".

Sederhana ketika dia menguraikan hadis itu dengan menjadi kaki tangan penguasa yang menghabiskan puluhan bahkan ratusan juta anggaran. Baginya membuat hiburan untuk banyak orang sudah menjadi manusia berguna bagi sesama dan pahala dari Tuhan mudah di dapatkan. "Lihatlah betapa banyak orang di buat senang dan pahala menyenangkan orang".

Ah., cukuplah aku nyinyir dalam hati saja melihat gaya bicara itu, cukuplah kusimpan dalam hati tak perlu keluar dari bibir yang memang harus di tutup rapat. Tak lain dan tak bukan aku melihat seonggok manusia lintah yang hanya bisa menempel untuk sekedar mendapatkan sumber kehidupan. Setiap idenya hanyalah bertumpu pada telapak si penguasa.

Berdiskusi mungkin tak layak dengannya karena yang bisa dilakukan hanya menyenangkan penguasa sekaligus menjadi kesenangan pada dirinya. Jika penguasa tersenyum puas baginya dialah sebagai manusia paling berguna dan berjasa, tak sedikitpun hidup sebagai lintah itu menyakiti Pikirannya.

Namun terkadang ku dapatkan pemuda-pemuda nyinyir kritik itu mengeluh pada penguasa. Nyinyir itu akhirnya mengalir menjadi persaingan pada sesama lintah muda. Lintah-lintah tak lagi menghisap tapi saling memamerkan "berguna bagi sesama" agar penguasa lebih yakin padanya. Entah siapa wajah yang paling indah di hadapan penguasa agar beroleh klaim paling berguna.

Berguna bagi sesama, baginya sesama itu hanyalah mereka yang berada diatas darinya dengan kekuasaan tempatnya mengirim lembaran kertas rencana dan mendapat selebaran cek untuk jalan dan sedikit masuk ke kantong. Setiap manusia di anggap objek kesenangan sesaat. Itulah berguna bagi sesama, sebuah simbiosis mutualisme antara penguasa dan lintah muda si penempel.

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "LINTAH"

Post a Comment