Siang itu mentari bersinar, langit membiru
dengan sedikit gumpalan awan putih yang terbawa angin. Sinarnya memantul di
riak aliran sungai dan menyilaukan mata siapapun yang melihatnya. Sungai yang
beberapa bulan lalu ramai dengan aktifitas tambang dengan alat berat dan mobil
pengangkut pasir sudah tak terlihat lagi. Tampak air membiru dan sejumlah
gundukan pasir menjadi tanda tempat itu pernah ada aktifitas tambang.
Pemuda yang berumur 30-an itu berjalan dengan
terburu-buru menuju salah satu rumah yang ada di pinggir sungai. Penuh semangat
dan optimis untuk menyelesaikan masalah yang ada di desa itu. Tiba di depan
pintu dia disambut penghuni rumah dan sejumlah warga lainnya.
“silahkan masuk, dari tadi kami sudah
menunggu” kata penghuni rumah.
“terimakasih pak bagaimana yang lain apakah
juga sudah hadir?” tanya si pemuda.
“sudah, dan kami sudah siap mendengarkan
penjelasan darimu, karena masalah ini harus segera ada solusi jika tidak akan
terjadi konflik” kata salah seorang yang turut hadir.
Dikeluarkanlah sejumlah kertas plano dan ditempelnya di dinding, pemuda itu mulai menjelaskan dengan seksama terkait
pertambangan dan hak-hak warga yang ada di sekitar sungai. Singkatnya pertemuan
itu adalah pertemuan untuk menolak aktifitas tambang di sepanjang aliran
sungai.
“bagaimana pak apa sudah faham? Jika ada
pertanyaan saya persilahkan” kata pemuda.
“kami sudah faham nak, dan terimakasih telah
memberikan kami informasi semoga usaha kita tidak sia-sia.” Kata seorang warga
dengan penuh harap.
Sejak saat itu berkumpul bersama warga
menjadi aktifitas pemuda ini dalam beberapa bulan terakhir. Tambang galian C
yang akan berjalan di tempat itu di duga kuat akan merusak lingkungan dan
mengancam tempat tinggal warga. Tidak hanya itu puluhan hektar sawah warga juga
akan terancam jika tambang itu dibiarkan.
Ada hal yang mengganjal pikiran pemuda itu,
sekalipun tahu efek buruk dari pertambangan di bantaran sungai namun sejumlah
warga tetap ada yang mendukung. Ikatan kekeluargaan di desa cukup kuat namun
karena tambang akhir-akhir ini masalah mulai mengarah pada konflik antar warga.
Hari masih pagi, pemuda itu menghisap
rokoknya dalam-dalam dan mengepulkan ke udara. Sesekali diteguknya kopi hitam
yang sedikit manis sambil membaca berita melalui handphonenya. Tiba-tiba handphonenya
berdering dan langsung diangkatnya.
“halo, iya pak ada apa?”
“Nak, semalam kami di ancam oleh warga yang
mendukung tambang, kalau kami menolak maka kami aka terima akibat yang tidak
baik dari mereka” kata penelpon dengan suara sedikit ketakutan.
“baik pak saya ke situ sekarang”jawabnya.
Segera saja dia ambil jaket dan tasnya,
motornya berderu dan langsung meninggalkan tempat tinggalnya menuju desa yang
sudah beberapa bulan didampinginya.
Tampak warga telah berkumpul menantinya,
pemuda itu mulai mewawancarai warga yang tadi menelponnya sembari membaca SMS
ancaman pada handphone, warga yang lain juga mendapatkan SMS yang sama. Geram rasa
hatinya mendengar penuturan warga dan isi SMS ancaman. Dia berniat berhadapan
langsung dengan warga yang mengirim pesan, bukan untuk menantang berkelahi tapi
membangun komunikasi dan memberi pengertian tentang usaha yang dilakukannya
selama ini.
Bersama seorang warga didatanginya si
pengirim SMS. Tak ada sambutan yang baik wajah yang serius dari pemilik rumah
tak membuatnya khawatir. Baginya apa yang dia perjuangkan adalah kebaikan.
“memang kamu siapa di sini mau mengajari
kami, apa hakmu memprovokasi warga menolak tambang” kata empu rumah dengan
wajah serius.
“tapi pak jika ini berlanjut dengan dukungan
dari bapak maka akan ada banyak kerugian, bukan hanya hari ini tapi juga akan
dirasakan anak dan cucu bapak nantinya” kata pemuda mencoba meyakinkan.
“sudahlah, pergi dari sini” kata empu rumah
mengusir.
Kecewa karena tak berhasil meyakinkan, pemuda
itu meminta warga di pinggir sungai untuk tetap tenang dan tidak
menanggapi setiap ancaman. Pemuda itu terus meyakinkan warga untuk tetap menolak
tambang yang akan menghancurkan sungai.
Selang beberapa hari, handphonenya kembali
berdering. Kini keadaan semakin sulit untuk di kontrol, wanita dan anak-anak
mulai ketakutan dan sebagian memilih berpindah tempat untuk sementara. Konflik
semakin sulit untuk di hindari. Bahkan sudah terjadi pengrusakan pada dua buah
rumah warga di pinggir sungai.
Sesampainya di tempat itu sejumlah rumah
telah sepi dan tertutup rapat, si pemuda langsung mengajak sejumlah warga untuk
kembali mendatangi rumah yang beberapa hari lalu memberi ancaman. Kali ini dia
juga akan memberi ancaman, jika tak menghentikan terornya kepada warga yang
menolak tambang.
“apakah bapak mengira bisa seenaknya
mengancam warga yang juga keluarga bapak sendiri?” kata pemuda itu.
“kamu tahu apa tentang kejadian di desa ini,
apakah kau sudah perhatikan baik-baik desa ini sudahkah kami berfikir?” kata
bapak yang ada di hadapannya.
“Saya sudah beberapa bulan di sini
mendampingi warga di pinggir sungai, jangan karena keuntungan yang akan bapak
dapatkan hingga bapak mengorbankan keluarga sendiri” suara pemuda itu agak
meninggi.
“sekarang kamu ikut dengan saya ke sungai dan
kita lihat bersama sungai itu, kalian juga ikut dan kita lihat bersama” kata
bapak itu.
Sampai di sungai, mereka berdiri melihat
sungai yang airnya tenang membiru, gundukan pasir dan bekas jalanan mobil
pengangkut pasir.
“sekarang kau lihat semua ini, apakah yang
kau lakukan selama ini”? tanya si bapak kepada pemuda itu.
“saya mendampingi warga untuk menolak rencana
tambang galian pasir di tempat ini?” kata pemuda.
“sekarang kau lihat apakah sungai ini sudah
pernah di tambang atau tidak? Apakah semua bekas-bekas di sungai ini bukan
bekas galian? Apakah yang kamu lakukan selama ini adalah menolak tambang?
Lihatlah, inikah yang kamu kerjakan”? kata bapak itu dengan dengan serius.
Alis pemuda itu sedikit berkerut, dia kembali
melihat sekelilingnya dengan sedikit bingung, dan bertanya-tanya ‘apa yang
sudah saya lakukan?’. Dia masih berdiri mencoba merangkai semua proses yang
selama ini dijalaninya.
***
Lebih dari sebulan lalu, sejumlah warga turun
memboikot aktifitas pertambangan pasir di sungai, aksi warga itu dihalangin
oleh sejumlah preman yang di sewa oleh pemilik tambang. Aksi saling melempar
batu tak bisa di hindari karena kalah jumlah warga yang akan melakukan boikot
tambang mundur ke rumah mereka yang terletak di pinggir sungai. Sejumlah preman
melempari rumah dengan bom molotov hingga api membakar beberapa rumah. Sejumlah orang tua yang tidak bisa
melawan mendapatkan pukulan dari preman-preman itu.
Pemuda itu tampak berdiri di tengah-tengah
warga, melihat seorang laki-laki tua yang di injak-injak preman, dia maju dan
mencoba menghalangi. Namun sebuah balok kayu menghantam kepalanya, semua gelap
dan pemuda itu tak sadarkan diri. Orang tua yang hendak di tolongnyapun
meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit.
Tindakan preman yang pada warga, justru
membuat sejumlah orang yang awalnya mendukung tambang menjadi berbalik melawan.
Kejadian itu akhirnya berhenti ketika sejumlah aparat keamana turun mengamankan
lokasi. Preman-preman sewaan di tangkap dan akibat konflik itu aktifitas
tambang di hentikan total.
***
Pemuda itu masih berdiri di pinggir sungai
dan mengingat semuanya, ada rasa bersalah dalam hatinya. Dalam usahanya dia tak
bisa berbuat banyak untuk menghindari konflik antar warga. Dia masih berdiri
menatap aliran sungai, ingatan itu sangat menyiksa batinnya. Dalam hati dia
mengutuk dirinya karena satu nyawa telah hilang.
Seorang warga berjalan ke arah pemuda dan
berkata, “sudahlah, jangan menyalahkan dirimu, mungkin dengan hal itu kami
tetap bisa menjaga sungai ini dan tetap bersahabat dengan alam, menghindari
masalah yang bisa saja akan menimpa keturunan kami kelak.”
Mereka berjalan ke arah rumah warga, di sana
telah menanti sejumlah orang yang menatapnya dengan senyum. Rumah yang tadinya
tertutup rapat telah terbuka lebar.
“terimakasih nak, karena usahamu tambang itu
bisa pergi” kata seorang warga.
Di tempat bekas tambang air sungai masih
mengalir, mengisi sawah-sawah yang puluhan tahun menghidupi warga desa.
Rumah-rumah di pinggir sungai itu sudah aman dari ancaman tambang.
Belum ada tanggapan untuk "Sang Pendamping"
Post a Comment