Organisasi Mendidik Mahasiswa?


Beberapa waktu lalu berlangsung sebuah dialog antara antara organisasi ekstra di kampus IAIN, dengan tema “Benarkah Organisasi Mengganggu Perkuliah”. Ada sebuah harapan yang terlintas ketika semua organisasi ekstra dapat duduk bersama untuk memikirkan kondisi mahasiswa dan kampus dalam sebuah dialog intelektual. Melihat situasi sebelumnya, kejadian perkelahian mahasiswa yang dengan latar belakang organisasi yang berbeda dapat menjadikan mahasiswa sedikit paranoid untuk berorganisasi. Tindakan kekerasan dalam pesta demokrasi mahasiswa lebih memperlihatkan sifat kekanak-kanakan mahasiswa yang berorganisasi dalam menyelesaikan masalah.

Aktivitas organisasi mahasiswa bukan hanya sekedar untuk berkumpul, tapi diharapkan ada perubahan cara berfikir hingga dalam bersikap. Konsolidasi mahasiswa dengan berbagai latar belakang organisasi menjadi sebuah kekuatan dalam gerakan mahasiswa. Namun jika interaksi antar mahasiswa/ organisasi justru berbeda, maka ada sebuah pertanyaan yang harus di jawab “benarkah organisasi mendidik atau sebaliknya merusak mahasiswa?”. Keadaan ini mungkin tidak hanya terjadi pada satu tempat, di tempat lain juga terjadi meskipun tidak sampai pada kontak fisik.

Kampus dalam pandangan mahasiswa adalah sebuah ‘negara kecil’ yang memastikan interaksi antara organisasi mahasiswa. Hubungan ini bersifat dinamis dan melahirkan sebuah budaya komunikasi yang dapat berpengaruh pada setiap individu mahasiswa/ organisasi. Kita bisa melihat interaksi yang menjadikan organisasi mahasiswa baik ekstra maupun intra bersaing baik dalam perebutan calon kader hingga perebutan posisi dalam lembaga, sekalipun dalam pandangan sejumlah orang hal ini adalah dinamika kehidupan mahasiswa.

Menanamkan nilai-nilai organisasi diperlukan sebagai pendidikan anggota/ kader untuk mencapai tujuan organisasi. Namun akan menjadi masalah jika penanaman nilai-nilai ini hanya melahirkan ego dan fanatik terhadap organisasi. Fanatik pada dasarnya adalah sesuatu yang baik namun akhir-akhir ini selalu dikonotasikan dengan hal yang negatif. Fanatik dalam artian negatif dapat disebabkan oleh kurangnya pemahaman terhadap sesuatu, karena kurangnya pemahaman ini maka akan cenderung memandang sempit sesuatu yang tak dipahaminya. Selain itu perubahan sosial yang tidak dibarengi dengan perubahan cara pandang dan lingkungan dalam internal organisasi. Sebuah nilai yang dipatenkan namun ‘usang’ atau tak sesuai dengan perkembangan namun tetap di pelihara. Dogma-dogma tentang organisasi yang begitu tertanam kuat menjadikan setiap anggota/ kader begitu khawatir membangun hubungan dengan yang berbeda organisasi.

Kejadian di masa lalu juga menjadi salahsatu pemicu lahirnya sikap tertutup mahasiswa/ organisasi. Kejadian di masa lalu yang di anggap negatif dapat menimbulkan prasangka negatif pada yang lain. Prasangka ini terus menerus di pelihara dengan cerita dan kisah-kisah yang sedikit ‘menakutkan’, hingga yang timbul adalah sebuah pikiran dan usaha untuk bertahan agar kejadian serupa tak terulang. Saat yang sama pandangan negatif pada yang lain juga memperkuat ketakutan di masa lalu.

Umumnya pandangan individu atau kelompok pada kelompok lain dapat di bagi dalam beberapa hal, Pertama Stereotip yang merupakan suatu pandangan, gambaran, dan keyakinan tentang orang dan kelompok lain dalam artian negatif, yang menjadi pembenaran dalam sebuah kelompok. Kedua prasangka dimana stereotip telah terjadi pengeneralisasian pada semua orang karena statusnya dalam sebuah kelompok (organisasi) dengan mengabaikan fakta-fakta yang ada. Bagimanapun dalam satu organisasi yang terdiri atas berbagai individu tetaplah melahirkan pandangan yang berbeda-beda. Ketiga adalah sikap diskriminatif yang menolak dan menerima individu atau kelompok lain dalam berkomunikasi hingga bekerjasama.

Sikap fanatik dan prasangka sosial yang selalu terpelihara ini melahirkan konflik antar organisasi mahasiswa, baik dalam perekrutan kader/ anggota, penyebaran pengaruh, hingga kompetisi pesta demokrasi mahasiswa untuk menduduki satu jabatan organisasi intra kampus. Hal ini disebabkan oleh: konflik langsung antar kelompok dimana organisasi bersaing untuk memeperoleh posisi dan pengaruh sebesar-besarnya. Pengalaman yang bersifat negatif karena kekalahan dalam kompetisi menyebabkan kewaspadaan pada organisasi lain. Lalu dogma dalam internal organisasi untuk membagi dunia kampus menjadi “aku”dan “kamu” atau "kita" dan "mereka", memandang organisasinya lebih baik dari yang lain.

Lalu pentingkah berorganisasi dengan dinamika seperti di atas? Perlu sebuah perubahan cara pandang setiap mahasiswa dan anggota/ kader organisasi. Memandang kampus sebagai milik bersama bukan milik organisasi tertentu, dan adanya pemahaman, pemaknaan, pandangan bersama tentang tujuan organisasi di dalam kampus. Salahsatu untuk mewujudkan adalah kurangnya interaksi langsung (contact) antara mahasiswa yang berbeda organisasi untuk membicarakan hal-hal seputar pandangan dan tujuan bersama. Interaksi langsung hanya dalam hal-hal yang bersifat formal semata seperti rapat dan pemilihan ketua organisasi intra. Terlebih saat ini interaksi lebih didominasi oleh jejaring sosial.

Interaksi langsung baik formal maupun non formal dapat merubah cara pandang individu dengan saling memahami, bertukar pikiran dan informasi hingga pada kesepakatan bersama untuk tujuan bersama. Selain itu budaya diskusi, dialog hingga pertarungan gagasan antar mahasiswa juga perlu digalakkan. Hal ini membuat setiap orang dapat saling belajar untuk memahami dan mengurangi prasangka negatif terhadap orang dan organisasi yang berbeda. Selain itu interaksi langsung ini juga dapat dilakukan dengan membangun komunitas non formal, seperti kelompok kajian, diskusi terbuka, kelompok belajar, komunitas kreatif hingga advokasi  bersama tentang berbagai persoalan.

Selanjutnya membangun komunikasi dan kerjasama yang efektif baik dalam kegiatan-kegiatan tertentu, mulai dari merencanakan ,pembagian kerja, hingga dalam pelaksanaan. Interaksi dalam satu ruangan atau satu organisasi tidak mudah menghilangkan prasangka seseorang yang berlalatar belakang organisasi berbeda, untuk itu di butuhkan sikap untuk saling terbuka, bersahabat dan saling mendukung. Adanya hal ini dapat menciptakan saling bergantung antara individu untuk  bekerjasama dan bersikap toleran.


Jika prasangka dan pandangan negatif terus ada tanpa ada usaha bersama untuk menyatukan pandangan tentang kampus, membangun komunikasi lintas lembaga, dan bekerjasama dalam sebuah organisasi yang memiliki latar belakang berbeda, dapat dipastikan perilaku negatif seperti diskriminatif dan konflik terbuka akan selalu ada. Dinamika organisasi mahasiswa yang demikian dapat melahirkan sebuah kesimpulan, ‘organisasi tidak mendidik mahasiswa’.

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Organisasi Mendidik Mahasiswa?"

Post a Comment