Benda
sederhana seperti kubus yang selalu di kelilingi oleh ribuan bahkan jutaan
manusia dari seluruh dunia. Sejak dulu hingga sekarang orang-orang mengenal
benda itu dengan sebutan Ka’bah. Benda yang sakral berada di salahsatu kota
suci ummat Islam ini selalu menjadi pusat perhatian dan di anggap simbol
persatuan. Karena itulah tiba musim haji tanpa memandang suku, ras, asal
negara, dan warna kulit semua melakukan tawaf yaitu dengan mengelilinginya.
Kondisi padang pasir yang panas tak pernah menyurutkan langkah jutaan orang
unutk mendatanginya.
Ribuan tahun
yang lalu dua hamba Allah di tugaskan untuk meninggikan Ka’bah Ibrahim dan
anaknya Ismail. Hingga akhirnya beberapa puluh tahun berikutnya setelah
peristiwa itu ribuan suku dari penjuru tanah arab senantiasa datang berziarah
ke Ka’bah. Kedatangan suku-suku ini menjadikan Mekkah sebagai sebuah kota
perdagangan.
Dari apa yang di ceritakan oleh
sejarah kita dapat melihat Ka’bah bangunan tua berbentuk kubus tersebut telah
mempersatukan berbagai suku dari tanah arab jauh sebelum manusia yang bernama
Muhammad di utus Allah untuk menyempurnakan akhlak manusia dan menyampaikan
Ka’bah adalah simbol persatuan ummat Islam. Sederhananya tak ada yang sia-sia
dari apa yang dilakukan oleh pemiliknya (Allah) ciptaan pasti memiliki tujuan
sejak awal tercipta hingga dunia akan hancur berantakan.
Tahun-tahun sebelum kelahiran
Muhammad setiap suku yang datang ke Mekkah untuk berziarah senantiasa membawa
sesajen dan patung yang mereka anggap Tuhan tanpa mengetahui dan memandang
Tuhan dari segala Tuhan adalah pemilik Ka’bah. Namun dengan kedatangan Muhammad
benda-benda sebagai simbol tuhan yang berada di sekitarnya di hancurkan
kembalilah tujuan dari Ka’bah diciptakan.
Namun, mungkinkah ribuan ummat
Islam di dunia akan bisa menyetuh Ka’bah dan berkumpul dan bersama mengelilingi
Ka’bah sebagai ibadah pada Maha Pencipta, dan apakah Ka’bah hanya untuk
persatuan ummat Islam semata. “Aku di utus untuk menyempurnakan akhlak manusia”
Muhammad. Ungkapan yang abadi yang merujuk kepada manusia tak berembel-embel
islam, kristen, hindu, budha tapi manusia. Tegas dan jelas manusia suci ini
berbicara kehadiran ajarannya adalah untuk semesta sang Maha Pencipta.
Kini kita bertanya dengan sedikit
mengerutkan dahi, orang yang berhaji sudah menyentuh dan mencium Ka’bah akankah
Ka’bah hadir dalam jiwa mereka sebagai simbol pemersatu. Jika Muhammad hadir
sebagai penyempurna Akhlak Manusia dan Islam adalah rahmat bagi semesta lalu
apakah Ka’bah hanya untuk ummat Islam saja atau kerucutkan lagi hanya mereka
yang berhaji.
Ka’bah sebagai pemersatu ummat
bukanlah hanya sekedar simbol kubus dan kiblat namun seorang yang berjiwa Islam
mesti menghadirkan Ka’bah dalam jiwanya. Dia adalah sosok manusia yang berguna
bagi sesama tanpa memandang setiap perbedaan, mereka hadir membawa kedamaian
yang bisa menggerakan manusia untuk saling mengajak pada kebaikan mempersatukan
tanpa memandang perbedaan. Muhammad sosok manusia sempurna berhasil membenamkan
Ka’bah dalam dirinya, dia memancarkan rahmat kepada semua mahluk, berbuat baik
dan lemah lembut pada semua pengikut dan yang tak ikut pada ajaranya, dia
mendirikan kota dengan ragam suku, ras, keyakinan, dan agama namun tak pernah
membuat gangguan yang berbeda darinya, Muhammad mempersatukan. Kata “ummat” tak
dipandang hanya sebatas orang yang beragama Islam.
Ka’bah ada dalam setiap diri
manusia, yang senantiasa mempersatukan manusia dalam perdamaian, hidup rukun,
saling menghargai, saling memberi dalam perbedaan. Itulah Ka’bah dalam jiwa
setiap manusia.
Belum ada tanggapan untuk "KA’BAH"
Post a Comment