Mesjid itu sebenarnya belum
selesai dibangun. Bagian dalam sudah berlantai tehel namun teras hanya
berlantai semen, atap seng mesjid tanpa kubah hanya sebuah pengeras suara yang
menandakan jika bangunan itu adalah tempat ibadah, dinding luar yang belum
diplaster, halaman yang di tumbuhi rumput hingga mata kaki. Tampak di bagian
belakang dua WC untuk laki-laki dan perempuan. Sementara tempat whudu hanya di
buat dari besi yang lubang tengahnya dan dilubangi pada bagian samping.
Disitulah air memancar bagi para jamaah untuk menyeka bagian tubuh mereka
sebelum shalat.
Walau begitu tidak mengurangi
kesakralan bangunan itu sebagai rumah ibadah. Bertahun-tahun masyarakat harus
menyisihkan hasil keringat mereka hingga bangunan itu ada. Sebuah hasil bersama
yang kini nyata di depan mata.
Beberapa hari setelah itu Pak
Ahmad selaku imam mesjid jatuh sakit hingga tak bisa memimpin shalat. Bahkan
untuk shalat sendiri pun dia hanya berbaring di tempat tidur.
Saat itu moment politik pemilihan
Calon Anggota Legeslatif. Masyarakat masih terus berjalan dengan aktivitasnya
seakan nuansa politik tidak terlalu mengganggu, hanya jadi bahan cerita di
waktu santai.
Hari itu sebuah mobil tampak
parkir memasuki halaman mesjid seorang berpakaian rapi dan berkacamata hitam
keluar dan berdiri menatap mesjid. Kehadirannya memancing warga untuk datang
termasuk kepala desa. Orang ini cukup familiar karna isu miring dari kota sebagai
pejabat yang pernah tersangkut kasus korupsi. Namun entah mengapa tak cukup
setahun sudah bebas dan tetap bisa hidup dengan kekayaan yang kemungkinan besar
hasil korupsi. Saat ini dia mencalonkan diri sebagai calon anggota legeslatif.
"Sudah berapa tahun mesjid
ini tidak berubah, apakah tidak ada dana pembangunan?" kata mantan pejabat
"Mana ada pejabat mau datang
mengintip desa kami apalagi mau membantu mambangun mesjid" kata seorang
warga
"Begini pak desa, saya siap
bangun mesjid ini sebagian tapi semua warga harus memilih saya saat pemilihan,
nanti jika terpilih baru saya bangun semua" katanya menawarkan dengan
senyum
"Wah kalau itu saya tidak
tahu keputusan warga pak, kalau masalah mesjid ini pak imam masih sakit"
kata kepala desa dengan wajah agak kecut
"Sudahlah pak, saya bangun
dulu kubahnya, terasnya di pasang tehel dan dinding di plaster nanti kalau
terpilih saya akan bangun tempat berwhudu, pagar keliling dan halamannya dengan
paving blok" katanya kembali menawarkan
Kepala desa dan warga saling manatap
karena kurang percaya dengan bahasa politisi yang sudah terkenal dengan janji
palsu.
"Baiklah saya juga akan
bangun drainase di sekitar mesjid jika sudah terpilih" kembali dia menawarkan
Akhirnya setelah musyawarah
masyarakat menerima tawaran itu, dan dalam waktu dua minggu terpasanglah kubah
mesjid dan terasnya pun bertehel dinding luar telah di palaster lengkap dengan cat
putih. Pemilihan caleg pun tiba mantan pejabat itu menang mutlak di desa itu dan terpilih untuk
duduk di kursi anggota DPRD.
Pak Ahmad telah sembuh. Lebih
dari satu bulan terbaring dia kembali melangkahkan kaki ke mesjid hatinya
rindu, namun entah mengapa seperti ada yang sedikit mengganjal di balik
kerinduannya. Sampainya dia di halaman dia berdiri menyaksikan perubahan mesjid
yang selama ini dia tidak pernah tahu.
Setelah shalat dia bertanya pada
warga sumber dana pembangunan. Pak Ahmad kaget dan tercengang mengetahui sumber
dana pembangunan dari caleg yang di sebutkan warga. Wajahnya pucat tak berkata
apa-apa, fikiran dan hatinya galau mendengarkan keterangan jamaah. Selama ini
dia sakit jika ada warga menjenguk hanya bercerita hal yang biasa tak pernah
menceritakan tentang caleg dan pembangunan mesjid. Kejanggalan hatinya kini
terjawab.
"Apakah pak imam tidak
senang mesjid ini tambah bagus" kata seorang warga pada pak Ahmad
"Saya bukan tidak senang,
tapi kita semua tahu siapa dia yang pernah terbukti korupsi ratusan juta,
adakah jaminan jika dana yang dia berikan adalah uang yang sumbernya halal"
kata pak Ahmad dengan tegas
Semua warga tercengang dan
menunduk mendengarkan.
"Bukankah uang itu untuk
kebaikan membangun rumah Allah, pasti Allah akan senang rumah-Nya jadi
indah" kata seorang warga yang lain.
"Apakah sesuatu yang awalnya
buruk akan menjadi baik, awalnya adalah buruk kemudian di gunakan untuk
mengejar tujuan kekuasaan dengan terlihat berbuat baik!" Kata pak Ahmad
menjelaskan.
"Kita telah di perdaya
dengan mimpi indah namun menggunakan hal yang buruk, apakah tidak cukup ketika
Allah berkata agar berhati-hati pada sesuatu yang belum jelas, lalu darimana
kalian tahu jika dana yang dia berikan bersumber dari sesuatu yang halal untuk
membangun rumah suci ini, apakah kalian menjamin Allah akan senang, apakah
kalian menjamin jika telah di bangun mesjid dana itu jadi suci seperti sucinya
rumah Allah yang kita fahami, apakah kalian menjamin dana itu ada berkahnya,
sekarang siapa yang menjamin, jangan campur adukkan sesuatu yang tidak jelas
bagi kita, jika tidak tahu sebaiknya hindari" kata pak Ahmad
Semua warga tertunduk, merasa
malu, menyesal, diam tak berkata apa-apa. Tak satupun pertanyaan pak Ahmad yang
bisa mereka jawab.
"Jangan mengambil manfaat
atau keuntungan untuk hal-hal yang tidak jelas asal usulnya bagi kita, apakah
tidak cukup menjadi sesuatu yang menenangkan hati kita dengan seluruh hasil
keringat kita hingga rumah suci ini terbangun, apakah hasil keringat kita tidak
suci hingga harus mengambil hal yang tidak jelas untuk membangun sesuatu yang
suci, bukankah Allah sendiri yang telah menyuruh kita bersusah payah dalam
kebaikan".
Malam itu tak seperti biasanya,
desa yang dulu cerah kini terlihat buram. Setiap warga seakan di hantui rasa bersalah,
namun mereka bingung haruskah membongkar kembali pemberian yang sumbernya tidak
jelas itu.
3 bulan berlalu beberapa warga
mendatangi si anggota DPRD untuk menagih janji namun mereka tak dapatkan
apa-apa. Anggota DPRD itu berdalih janjinya dengan warga tak memiliki dasar
hukum hitam di atas putih hingga dia tak wajib memenuhi janji itu.
Kini desa dengan mesjidnya tak
secerah dulu lagi, jamaah kadang banyak kadang sedikit. Seakan ada rasa
bersalah pada warga desa atas kejadian itu, dan ada juga yang merasa malu dan
kecewa karena apa yang mereka harapkan dari janji tak akan pernah terpenuhi.
Pak Ahmad merasa prihatin hingga
merasa harus melakukan sesuatu. Esoknya dia berkeliling desa mengunjungi rumah
warga untuk bersilahturahim dan mengajak untuk kembali bersama untuk
menghidupkan mesjid dan melakukan pertemuan desa di mesjid.
Tak sia-sia dalam beberapa hari
mesjid kembali seperti biasanya. Diakhir pertemuan pak Ahmad kembali menasehati
warga agar tidak mudah menerima sesuatu kedepannya.
"Mungkin ada diantara kita
yang merasa bersalah karena sebagian hasil keringat kita membangun mesjid telah
bercampur sesuatu yang tak jelas sumbernya, bisa jadi ada pula yang kecewa
karena harapan akan janji tidak di tunaikan, tapi kita harus lebih yakin pada
Allah dengan Maha Pengasih dan Penyanyang terus melimpahkan berkah dan
sebesar-besar kesalahan kita yakinlah Ampunan Allah jauh lebih besar jika kita
memperbaiki diri kita, dan sebagai pelajaran bagi kita agar lebih berhati-hati
dan tidak mencampubaurkan sesuatu yang belum jelas bagi kita".
"Allah menciptakan manusia
tidak sia-sia selalu ada tujuan dan kebaikan di dalamnya, hasil keringat kita
bekerja untuk membangun rumah ibadah ini lebih berberkah di sisi Allah, susah
payah kita tak mungkin sia-sia di sisi Allah, untuk itu mari kita memohon ampun
kepada Allah atas kebodohan dan segala dosa kita"
Astagfirullah hal adzim
Ya Allah ampunilah kami karna
kebodohan kami yang telah merasa gembira dengan kepalsuan untuk tujuan kami.
Ya Allah ampunilah keterbatasan
kami karna kurangnya pengetahuan hingga kami menganiaya diri kami
Ya Allah tunjukanlah kami jalan-Mu
yang lurus di tengah dunia yang penuh kepalsuan hingga kami nyaris tak bisa
membedakan lagi baik dan buruk
Ya Allah jauhkan kami dari segala
tipu daya yang membuat kami jauh dari-Mu hingga kami terjebak dalam dosa
Ya Allah berkahilah setiap usaha
kami janganlah jauhkan Ridho-Mu terhadap kebaikan yang kami lakukan.
Belum ada tanggapan untuk "MESJID BURAM"
Post a Comment