"PALOPO BANJIR TODA" KERANCUAN KAUSALITAS KEKUASAAN DAN MEDIA

Mungkin tak akan ada habisnya masalah Palopo untuk di bahas apalagi jika sudah menjadi tranding topic di jejaring sosial, hal ini pun menjadi Palopo dapat di kenal dunia. Tranding topic #PalopoBanjirToda berujung pada dukung mendukung dengan argumentasi dua kata saja yaitu Banjir dan Tergenang. Namun bukan berarti perdebatan ini tak akan menarik untuk dikaji.

Berawal dari program Palopo Mapaccing Toda dengan kegiatan-kegiatan peduli terhadap lingkungan dan memperindah kota Palopo sebagai kota idaman dapat dinilai sebagai sebuah usaha yang nyata (walaupun saya tidak sepakat batang pohon di cat berwarna karena tempat tumbuhan bernafas ada pada batangnya disebut dengan lentisel). Tak menjadi masalah juga ketika lahir klaim Palopo bebas banjir karena ini adalah hasil yang di harapkan.

Palopo bebas banjir merupakan sebuah ide, ide yang menyatakan tidak akan ada lagi banjir setelah berjalannya program Palopo Mapaccing Toda. Bisa saja, namun tidak banjir ketika hal itu di ucapkan namun karena melihat hal ini adalah program berkelanjutan maka tak akan bisa dilepaskan kepada masa depan. “Ide hari ini akan sangat menentukan ide masa depan” kata orang bijak.

Silogisme Program dan Efek
Jika kita menggunakan pendekatan logika yang menggunakan metode kausalitas (hubungan sebab akibat) program Pemkot Palopo dan pernyataan walikota Palopo Judas Amir akan melahirkan premis sebagai berikut:
-    Premis I : Program  Palopo Mapaccing Toda dilakukan dengan membersihkan       saluran air di samping beberapa program lainnya
-     Premis II : Setelah Program berjalan Palopo jadi bebas banjir
-     Kesimpulan : Program Palopo Mapaccing Toda yang dilakukan dengan membersihkan saluran air dan kegiatan lain membuat Palopo bebas banjir.

Kesimpulan kausalitas diatas menunjukkan beberapa hal dalam pandangan Pemkot Palopo terhadap penyebab dan solusi banjir:
1.    Penyebab banjir karena saluran air yang kurang bersih
2.    Agar tidak terjadi banjir maka saluran air harus dibersihkan

Klaim diatas sangatlah mendasar dan jelas menghubungkan kebersihan saluran air dengan banjir. Maka dengan cara pandang diatas ketika program telah berjalan lahirlah klaim “Palopo bebas banjir” yang tersebar di media-media.

Lalu apa jadinya jika kemudian terjadi hujan selama enam jam hingga air hujan masuk kerumah-rumah penduduk bahkan tempat yang awalnya tidak pernah terjadi harus merasakan banjir. Maka kita dapat melihat kenyataan adanya pembelokan terhadap ide kausalitas awal sebelum terjadinya banjir.

Ketika terjadi banjir maka keesokan harinya baik di media jejaring sosial maupun di media-media mengeluarkan penyataan “Itu bukan banjir tapi hanya air tergenang”. Maka kita dapat membuat dua kausalitas. Terkait banjir dan air tergenang.

Kausalitas Banjir
-                     Premis I : Begitu banyak air hujan
-                     Premis II : Saluran air tak bisa menampung terjadilah banjir
-                     Kesimpulan : Karena air hujan yang begitu banyak dan saluran air tidak bisa menampung maka terjadilah banjir.
Kausalitas Tergenang
-                     Premis I : Air hujan begitu banyak
-                     Premis II : Saluran air tak bisa menampung maka air jadi tergenang
-                     Kesimpulan : Karena air hujan yang begitu banyak dan saluran air tidak bisa menampung maka air jadi tergenang.

Jika kita melihat kausalitas (hubungan sebab akibat) diatas keduanya masuk akal, namun kita tak bisa melepaskan ide awal Program Mapaccing Toda dengan membersihkan saluran air yang kemudian mendapat Klaim “Palopo Bebas Banjir” di media-media. Maka untuk menjawab masuk akalnya dua silogisme diatas kita kembali pada ide awal atau kesimpulan kausalitas pertama: “Program Palopo Mapaccing Toda yang dilakukan dengan membersihkan saluran air dan kegiatan lain membuat Palopo bebas banjir”.

Mengaitkan kausalitas pertama dengan silogisme banjir dan air tergenang akan terlihat manakah dari kedua kausalitas yang bertentangan dengan kausalitas pertama sebagai sebuah bangunan dasar klaim “Palopo bebas banjir”? silahkan menilai sendiri.

Kontradiksi Media
Pasca kejadian maka terlihatlah muncul di jejaring sosial dan perkataan pejabat yang membantah keberadaan banjir namun lebih melihat itu sebagai air tergenang semata. Sekali lagi tidak ada masalah jika Judas Amir berbicara dengan bebas banjirnya karna itu adalah hak setiap orang dan tidak masalah juga jika media mempromosikannya sebagai sebuah propaganda.

Namun akan menjadi persoalan sendiri bagi media jika kemudian tak menggunakan pendekatan rasional secara bahasa dan kenyataan dalam melihat persoalan ini. Media yang hadir sebagai pembangun opini masyarakat bisa saja hadir menjadi racun dengan propaganda pembenaran dari kekuasaan. Masalah banjir Palopo jika kemudian hanya di lihat secara sepihak dari penyataan pejabat “itu bukan banjir tapi air tergenang” yang terjadi adalah pembenaran bukan kebenaran sebagaimana tujuan dari kerja media.

Penalaran membangun susunan bahasa yang tidak kontradiksi dalam menakar kenyataan adalah hal penting bagi media dalam memberikan informasi kepada masyarakat. Aspek analisis bahasa, wacana, isu, dan fakta menjadi tanggung jawab media untuk membangun pola pikir masyarakat termasuk mempropagandakan program pemerintah dalam kata dan bahasa. Bukan malah mempropagandakan pembenaran seakan kebenaran masalah hanya keluar dari mulut pejabat semata. Kritik media sangatlah penting dalam pembangunan karena hari ini dengan perkembangannya media menjadi perpanjangan lidah masyarakat dan penguasa dalam komunikasi dan bertindak. Bias ide awal dan efek dari ide kemudian dibelokkan kearah lain akan lebih terlihat sebagai sebuah usaha melindungi penguasa bukan independent media. “Kekuasaan dan Media adalah dua wajah koin yang tidak terpisahkan”---.

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk ""PALOPO BANJIR TODA" KERANCUAN KAUSALITAS KEKUASAAN DAN MEDIA"

Post a Comment