REZEKI NON MATERI DARI SECANGKIR KOPI

Sebuah brosur di atas tanah berwarna cerah dan masih baru. Seorang pemuda melangkah dengan tenang dibawah matahari senja dengan langit yang mulai memerah jingga. Ketika dilihatnya brosur itu dia pun langsung mengambilnya, tampak tertarik dengan warna dan isi brosur apalagi rasa ingin tahunya tentang isi dari brosur mulus berwarna itu.

Awaluddin nama pemuda itu mengakhiri langkahnya dengan duduk di pagar sebuah jembatan sambil membaca isi brosur itu. Sesaat dia mengerti jika isinya adalah promosi tentang MLM (Multi Level Marketing) sebuah bisnis jaringan yang sangat populer dengan mencari orang-orang agar produk laris terjual. Awaluddin melanjutkan membaca hingga sampai pada akhir. Setelah membaca di lipatnya brosur itu, pandangannya kini tertuju pada langit senja yang indah. Telinganya tak kalah terhibur oleh nyanyian alam aliran air kali di bawahnya diselingi nyanyian burung yang berlompatan di tangkai pohon.

Suasana jalan agak lenggang sesekali motor dan mobil berlalu meninggalkan suara dan jejak yang hilang di kejauhan. Tak lama seorang pengendara motor memarkir motor tepat di dekat jembatan. Pemuda yang bernama Hasrul itu turun dari motor sambil tersenyum dan Awaluddin membalas senyumannya. Dia pun mengambil posisi duduk disamping Awaluddin untuk ikut menyaksikan peristiwa alam senja.

“darimana kawan, sibuk sekali” Awaluddin memulai pembicaraan.

“biasa kawan ada bisnis, saya habis dari rumah keluarga mempromosikan bisnis saya semoga mereka ada yang ikut dan bisnis saya ini bisa berjalan” jawab Hasrul.

Tak lama pandangan Hasrul tertuju ke tangan Awaluddin, sebuah brosur yang di pungut dari pinggir jalan. Ketika melihat itu mata Hasrul langsung berbinar-binar bahagia. Karena isi brosur itu adalah bisnis yang sedang dia jalankan.

“cocok sekali kawan, kamu sudah baca isi brosur itu kan?” kata Hasrul

“sudah, memangnya kenapa kamu seperti orang bahagia sekali” jawab Awaluddin

“itu dia bisnis yang saya jalankan sekarang, tapi kalau hanya membaca brosur itu kamu tentu kurang faham” kata Hasrul bersemangat.

Maka terdengarlah suara Hasrul menjelaskan tentang bisnis MLM yang telah di jalankannya dalam beberapa hari. Awaluddin hanya diam, menatap, dan mendengarkan temannya menjelaskan tentang sistem bisnis jaringan tersebut. Begitu semangatnya suara mobil dan berbagai gangguan pinggir jalan tak menghalangi Hasrul, dia terus berbicara layaknya seorang pebisnis yang telah sukses. Berbagai janji diutarakannya pada temannya agar temannya tertarik menjadi jaringannya.

“bagaimana kawan semua jelas bukan, kini kau mengerti bagaimana hebatnya bisnis ini jika dijalankan hanya mencari orang dengan modal yang kecil” kata Hasrul memberi semangat.

Namun Awaluddin terdiam mendengarkan hal itu, MLM selama ini memang sangat menarik namun tak sedikit pula orang yang termakan mimpi harus mengalami hal lain. MLM yang dijalankan temannya ini adalah sebuah produk obat-obatan baru yang berada dipasaran dan untuk pertamakali masuk ke daerahnya. Namun Awaluddin sejujurnya tak tertarik karena beberapa sebab yang tak bisa diutarakan pada temannya.

“saya fikir dulu kawan, penjelasanmu sangat jelas dan bagus tapi saya tak bisa langsung mengiyakan unutk terlibat atau tidak” kata Awaluddin

“apalagi kawan jika penjelasan saya sudah jelas kenapa masih berfikir belum lagi ini membantu orang lain dengan memberikan obat yang bermutu” kata Hasrul

Awaluddin tunduk tersenyum tipis melihat semangat temannya, penjelasan temannya jelas dan bagus tapi Awaluddin tidak mengatakan jika bisnis MLM nya jelas dan bagus pula. Tak terasa langit semakin gelap, awan merah kini mulai gelap. Sayup-sayup terdengar adzan magrib. Mereka pun berpisah dan akan bertemu nanti malam.

Selepas isya Awaluddin agak bimbang apakah harus bertemu malam ini atau tidak dengan temannya untuk membahas bisnis. Dia sudah kesekian kalinya mendapatkan penjelasan tentang bisnis jaringan namun tak satupun yang menarik hatinya. Setelah berfikir sejenak akhirnya dia melangkah keluar rumah menuju rumah temannya.

“silahkan kawan kita disini saja, silahkan minum dan makan” kata Hasrul mempersilahkan temannya.

Dibawah sebuah pohon tepat di depan rumah Hasrul mereka duduk di bangku panjang tampak pada meja dua cangkir kopi hitam dan setoples biskuit. Mereka meminum kopi hangat itu sambil menikmati malam yang belum hening, di sela-sela dedaunan cahaya rembulan menembus hingga menyentuh tanah.

“bagaimana kawan tertarik untuk ikut bisnis jaringan yang saya jalankan” kata Hasrul kepada temannya

“maaf kawan saya tidak tertarik untuk bergabung” jawab Awaluddin kepada temannya.

“lho kenapa kamu tidak tertarik, bukankah ini sebuah peluang untuk menambah penghasilan selain itu kita juga bisa membantu orang-orang mendapatkan obat” kata Hasrul agak berargumen

“entahlah kawan mengapa saya tidak tertarik dengan hal seperti itu, sejak dulu sudah puluhan bisnis seperti itu yang terjelaskan pada saya” Awaluddin berkata dengan tenang sambil meminum kopinya.

“saya sekali kawan orang sepertimu yang dulu selalu aktif ketika kuliah dan kenal dengan banyak orang tak mengambil bagian dalam bisnis ini, bukankah sangat mudah kawan hanya dengan mencari orang dibawah kita saja maka mereka lagi yang akan berjalan hingga kita santai saja dan rezeki kita pun berjalan” Hasrul berkata dengan optimis mencoba mempengaruhi temannya.

“kawan saya bukannya tak mau mengambil materi dari berbagai usaha, namun saya tidak sepakat saja dengan sistem seperti yang dijalankan bisnis seperti itu” jawab Awaluddin singkat.

“tidak sepakat apanya kawan, bukankah ini suatu usaha kita dalam mendapatkan rezeki, apa yang salah? Jika kita memperluas jaringan untuk mendapatkan hasil atau rezeki sebanyak-banyaknya” kata Hasrul.

Hening sejenak Awaluddin tak mau berdebat tentang hal ini, namun jika dia tak menyampaikan pendapatnya namun dia menolak maka sama saja dia tidak menghargai temannya. Awaluddin meminum kopinya berfikir sejenak untuk memulai apa yang ingin disampaikan pada temannya.

“kawan, setahu saya dalam bisnis yang kau jalankan jika kita sudah berada diatas maka yang berada di bawahmu yang berjalan kemudian kau bersantai jika pada tingkat paling bawah ada seratus yang berjalan mencari orang lain untuk mencari anggota maka mereka yang berjalan dapat untung namun kamu yang sudah berada diatas tidak berjalan lagi namun menerima keuntungan yang lebih besar, bukankah begitu? “ tanya Awaluddin.

“iya betul, bukankah hal itu menyenangkan ketika hari ini kita yang mencari dua orang saja kemudian 2 orang itu mencari dua orang lagi hingga membentuk jaringan yang lebih banyak kebawah maka kita tidak lagi berjalan tinggal yang berada di bawah kita saja bergerak kita menerima keuntungan, itu kan rezeki yang sangat mudah” jawab Hasrul dengan lancar

Awaluddin kembali terdiam sambil meminum kopinya matanya menatap langit yang terang oleh cahaya rembulan. Dia teringat dirinya yang pertama kali hadir dalam forum MLM dan sempat tertarik namun setelah lama berfikir dan mengkaji maka dia tidak sepakat.

“maaf kawan saya menolak sistem seperti itu, ketika puluhan orang di bawah kita bekerja berkeringat mengejar mimpi ingin menjadi seperti kita yang sudah berada diatas, justru mereka hanya menikmati hasil yang lebih kecil dari kita, bukankah seharusnya siapa yang bekerja dengan giat dialah yang memperoleh hasil yang banyak bukan yang bersantai” kata Awaluddin

Kening Hasrul berkerut mendengarkan penjelasan Awaluddin matanya tajam menatap ke tanah. Dia seakan tak faham apa maksud perkataan temannya. Penjelasan temannya itu sangat mengganggu fikirannya.

“apa maksudnya?” tanya Hasrul

Sambil meminum kopi dan memperbaiki posisi duduknya Awaluddin menghela nafas.

“begini kawan, kamu sudah berada diatas anggaplah yang berada di bawahmu ada dua orang, dua orang melahirkan empat orang, empat melahirkan delapan, selanjutnya delapan melahirkan enam belas dan seterusnya. Bayangkan enam belas orang yang berada paling bawah berusaha keras mempromosikan bisnismu dan ketika masing-masing mereka mendapatkan satu orang saja pasti mereka mendapatkan keuntungan kecil, sementara kamu dengan sangat santai bahkan tak mencari anggota lagi mendapat keuntungan yang paling besar” Awaluddin berhenti sejenak.

“coba bayangkan mereka yang susah payah namun berada di bawah tetap mendapatkan keuntungan kecil sementara kamu bukan yang bekerja dan mendapatkan orang mengambil keuntungan yang lebih banyak, bukankah itu namanya kamu memakan keringat orang lain?” kata Awaluddin sambil menatap temannya.

“itu benar sekali kawan namun sistem perusahaan sudah seperti itu, lalu tidak masalah jika kemudian rezeki itu bisa di dapatkan hanya dengan santai namun memiliki keuntungan banyak” kata Hasrul.

“kawan, silahkan bersantai namun dalam bisnis itu kau tetap saja pekerja bukan pemilik, apakah adil jika ada yang bekerja susah payah dan ada yang santai namun yang santai mendapatkan lebih banyak, jika posisi sama-sama sebagai pekerja maka bekerjalah agar dapat hasil yang sesuai antara kerja dan keuntungan bukan mengambil manfaat dari kerja orang lain” kata Awaluddin panjang lebar.

Hasrul hanya mengangguk-anggukkan kepala mendengar penjelasan temannya. Kini dia sudah tahu kesimpulan temannya, mustahil mau bergabung dalam bisnis jaringan yang di jalaninya. Dia meminum kopinya begitu juga dengan Awaluddin ikut meminum kopi.

“kopi ini cukup pahit kawan seperti pahitnya penjelasanmu, padahal rezeki sudah di depan mata” kata Hasrul.

“maaf saudara saya juga mau bilang jangan kita terlalu sempit memahami rezeki hanya sebatas uang dan materi semata bagi saya itu keliru kawan” kata Awaluddin

“oh ya kawan kopi ini bagaimana cara kau mengetahui nikmat atau tidak?” tanya Awaluddin 

“dari rasanya, disitu kita bisa tahu kopi ini nikmat atau tidak tapi kadang juga saya rasa kopi tidak nikmat jika tak ada gula hanya kopi saja rasanya pahit tidak akan bisa dinikmati” kata Hasrul menjelaskan

“nah kopi ini sebenarnya tetaplah kopi yang pahit dan warnanya tetap hitam, namun tentang nikmat atau tidak maka tergantung dari rasa seperti yang kau katakan, jangan memandang rezeki itu hanya dari materi saja jika hanya materi maka kopi apapun itu pahit, manis, atau kopi susu tetap harus dinikmati karena materinya kopi tapi karena dia bergantung rasa setiap orang yang menikmatinya maka itu ada lidah hingga hati dan fikiran kita mengatakan kopi yang nikmat”

“rezeki itu adalah non materi juga, kita bisa shalat itu adalah rezeki, bisa menahan lapar itu rezeki, bahkan ketika susah dan kita bersabar itu adalah rezeki pula, kita mendapatkan kesenangan dunia dan kita bahagia dan ada kepuasan itulah rezekinya tapi jika banyak harta namun hati selalu gelisah dan tidak tenang maka itu bukan rezeki, adanya di hati  saudara bukan materi”. Kata Awaluddin kepada temannya

Hasrul kembali mengangguk namun baginya dia punya pilihan terhadap usaha yang dia lakukan untuk memperoleh harta dan keberhasilannya.

‘tapi saya punya pilihan kawan dalam hal ini, dan saya sudah memilihnya” kata Hasrul

“ya benar sekali kawan, sama saja dengan kopi yang kau pilih yaitu kopi yang manis bukan yang pahit tanpa gula, namun tetap saja pilihanmu akan kopi adalah rasa dan rezeki adalah apa yang kau rasakan pula, itu dalam hatimu karena belum tentu ketika kamu dapatkan banyak uang hatimu menjadi tenang karena itu” kata Awaluddin

“baiklah saudara, saya sekarang faham kamu tidak akan bergabung dalam bisnis ini jadi kita ganti topic saja pembicaraan kita hehehe” kata Hasrul sambil tertawa kecil

Malam semakin larut dengan cahaya rembulan yang menyelimuti alam. Cerita kedua anak muda berlanjut silih berganti kadang diselingi canda dan tawa. Mereka telah berteman lama sejak kecil dan memiliki pilihan masing-masing.

Bagi Awaluddin pandangan hidup terhadap sesuatu harus ada dalam dirinya yang akan berpengaruh terhadap pilihan hidup walaupun dia sadar bukanlah orang faham segala hal. Sementara Hasrul telah memilih sesuatu yang dilakukannya dengan cara pandangnya sendiri, namun dia sedikit mendapat pengetahuan dari temannya malam, suatu pandangan yang sementara dia lakukan dalam hal bisnis namun hanya sebatas pengetahuan.

Postingan terkait:

1 Tanggapan untuk "REZEKI NON MATERI DARI SECANGKIR KOPI"