Selfie
sebuah fenomena antara kecanggihan smartphone dan jejaring sosial. Selfie
berasal dari kata "self" kata yang menunjukkan diri subjek itu
sendiri. Seperti pada kalimat "I my self" di artikan saya sendiri
atau diriku sendiri. Sehingga selfie merupakan tindakan meng-eksis-kan atau
ingin menunjukkan eksistensi diri.
Sebenarnya
tanpa selfie sekalipun manusia sudah memiliki eksistensi. Selfie yang selama
ini di lakukan lebih kepada ingin menunjukkan diri kepada khalayak di dunia
maya tentang tubuhnya yang cantik, cakep, keren dll. Sehingga eksistensi yang
di munculkan sebenarnya bukanlah eksistensi yang mutlak. Bisa saja wajahnya
cantik ketika selfie namun pada bagian lain terdapat hal yang ketika terlihat
akan membuat orang-orang akan berfikir lain
Lalu
apakah selfie memperkuat eksistensi manusia?. Sejatinya eksistensi seorang
manusia adalah dirinya dan kemuliaan yang melekat pada dirinya, sesuatu yang
menjadikannya berbeda dengan mahluk lain. Aqal sebagai sebagai pembatas manusia
dengan mahluk lain adalah eksistensi yang paling eksistensi.
Seperti
ungkapan Rene Descartes "Cogito Ergo Sum" yang di artikan "aku
berfikir maka aku ada". Aqal dengan potensi berfikir ketika
diaktualisasikan bukan hanya untuk kepuasan diri namun ada banyak hal yang
menjadi tanggung jawab manusia agar lebih menguatkan eksistensinya sebagai manusia.
Terakhir
saya hanya ingin menyampaikan satu kalimat "silahkan selfie dan share
wajah anda di jejaring sosial agar anda eksis, tapi eksisnya wajah anda
haruslah seeksis fikiran anda atau isi kepala anda". Bereksistensilah
dengan kecerdasan aqal bukan dengan bentuk tubuh.