MERDEKALAH & MINTA MAAFLAH

Selama bertahun-tahun di masa Orde Baru (ORBA) dan dalam penjara Rezim keluarga Suharto sejarah negara ini di buat untuk memperkuat kepentingan kekuasaan. Alhasil jutaan keluarga eks PKI harus menderita karena di diskriminasikan oleh negara dan selalu dipandang sebelah mata bagaikan penjahat berbahaya.


Sejarah negara yang masih penuh tanda tanya mestilah di kaji ulang dengan meunculkan fakta-fakta yang selama ini di kaburkan oleh negara bahkan telah tertanam dalam masyarakat lewat jalur pendidikan. Hingga faham komunis laksana hantu bagi orang-orang Indonesia namun di luar sana Komunis bisa menjadi laksana surga pembebasan.


Pasca Reformasi mulailah semua coba di ungkap secara perlahan. Hingga kesadaran baru dapat terlihat jika selama ini ada sebuah perlakuan tak manusiawi kepada keluarga-keluarga eks PKI. Sebuah kesalahan berfikir dapat terlihat jika mereka yang terlibat dalam PKI serta tak ikut memberontak begitu pula dengan keluarga mereka harus di pukul rata/ digeneralkan sebagai pemberontak.


Sebagaimana yang pernah di lontarkan oleh Pramoedya Ananta Toer menjelaskan di Kab. Blora tempat dia pernah berada di temukan 5000 korban pembunuhan yang dituduh PKI, sekitar 10% jumlah keseluruhan penduduk. Menurut pers barat sekitar 500 ribu hingga 1 juta orang, Jend. Domo 2 juta orang, menurut Jend. Sarwo Edy yang merupakan komandan pembunuhan atas perintah Suharto jumlah 3 juta orang.


Kini moment Kemerdekaan Indonesia yang ke-70 kembali di peringati. Isu tentang Jokowi Meminta Maaf terhadap pembantaian PKI di kritik habis-habisan. Tapi sejenak coba kita lihat persoalan pasca G30S PKI dengan kacamata kemanusiaan.


Masalah berawal dari penculikan 7 petinggi militer hingga Suharto menuduh jika di dalangi oleh PKI dan mulailah perintah penangkapan hingga pembantaian tanpa melalui proses hukum. Bukan hanya militer bahkan masyarakat sipil ikut pasang badan melakukan tindakan brutal. Apakah benar PKI yang melakukan? Masih banyak yang melontarkan pertanyaan tersebut.


Hingga melahirkan Tap MPR XXV/1960 tentang pelarang segala yang berbau marxis dan komunis. Hal ini berujung pada diskriminasi negara terhadap jutaan keluarga eks PKI. Namun jika melihat dengan kemanusiaan apakah wajar negara membunuh warganya tanpa proses hukum dan kemudian melakukan diskriminasi terhadap warganya sendiri?. Sadar atau tidak diskriminasi selama puluhan tahun bertentangan dengan sila ke-V Pancasila "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indoensia".


Hematnya dengan melihat sisi kemanusiaan atas pembantaian tahun 1965-1966 serta diskriminasi negara mesti meminta maaf kepada warganya sendiri. Sejarah negara yang sarat akan kepentingan kekuasaan mesti di rekonstruksi dengan pendekatan-pendekatan dan analisis yang ilmiah dan dari sumber-sumber terpercaya.


Maka negara ini haruslah merdeka, merdeka dari pembelokan sejarah selama puluhan tahun, merdeka dari sikap tak mau mengakui kekeliruan hingga merugikan warga negara sendiri, merdeka untuk menata kembali negara sesuai dengan cita-cita Pancasila dan UUD 45. Negara harus mengakui membuka diri untuk meminta maaf terhadap pelanggaran kemanusiaan pada jutaan warganya. Bukan meminta maaf kepada Komunis dan PKI-nya. Maka Merdekalah dan Minta Maaflah.

Postingan terkait: