Media cukup berjasa pada HMI hari ini, dengan
ramainya memberitakan moment penting HMI. Dari masalah Kongres Tangerang,
Kongres Riau, perilaku peserta kongres yang menjadi sorotan, di tambah komentar
sejumlah alumni HMI (KAHMI) di media massa, sepertinya hal ini akan berbuntut
setelah kongres.
Jika melihat pemberitaan media baik media mainstream
dan media non mainstream yang membahas tentang HMI maka mungkin saja kita akan
menemukan beberapa efek:
1. Penjelasan tentang dua HMI yang ada sejak
perpecahan tahun 1986. Ramainya pemberitaan media membuat sejumlah kader HMI
terut ama HMI MPO mau tidak mau harus menjelaskan kepada masyarakat jika HMI
ada dua dan kembali menjelaskan sejarah perpecahan di masa lalu yang bagi HMI
Dipo hal ini mungkin tak terlalu urgen untuk di bahas.
Berbeda dengan kader-kader HMI MPO
perpecahan tahun 1986 adalah awal bagi
mereka untuk tetap berdiri melakukan perjuangan dan perkaderan sekalipun harus
di nyatakan ilegal. Hingga akhirnya sejarah bangsa membuktikan dari dua
organisasi pelajar/ mahasiswa yang menolak asas pancasila sebagai asas
organisasi (PII dan HMI MPO) hanya HMI MPO yang dapat bertahan.
Sejarah pahit tak di akui oleh negara, di
anggap ilegal dan sebagainya menjadi doktrin bagi kader-kader HMI MPO untuk
menunjukkan jika mereka tetap ada. Bahkan beberapa Alumni dapat menduduki
jabatn penting di negeri ini. Sebut saja Anis Baswedan Mentri Pendidikan.
2. Terbukanya penjelasan tentang dua HMI (MPO
dan Dipo) kepada msyarakat secara luas di tambah beberapa sejumlah media yang
menjelaskan perbedaan, sikap, budaya, dan jalur perjuangan dua HMI ini bisa
saja akan berbuntut panjang. Jika kita melihat sejumlah postingan status keder
HMI di jejaring sosial maka ada dua hal yang sepertinya menjadi "Hot
issue".
Pertama: Rekonsiliasi HMI, tak ada MPO dan Dipo yang ada hanya
HMI. Namun jika melihat sejarah, culture, dan jalan perjuangan maka terlihatlah
jika kedua berbeda hingga rekonsiliasi tidak pernah terjadi.
Selanjutnya kedua: memperdebatkan lagalitas
organisasi HMI. Siapakah HMI yang sesungguhnya? Melihat aspek formal negara
yang menganut fositivisme hukum maka legalitas adalah hal yang perlu untuk
mendapat pengakuan. Gagalnya rekonsiliasi yang selalu di gaungkan HMI Dipo
terhadap MPO membuat HMI Dipo harus menempuh jalan yang sedikit agak keras.
Seperti kata orang-orang "jika tak mau
menyatu maka singkirkan". Maka mulailah bermunculan pertanyaan, manakah
legalitas HMI MPO dari negara sebagai organisasi?. Sejumlah orang mungkin
terpengaruh namun lupa, melihat ciri khas gerakan HMI MPO yang sudah teruji
selama orde baru dapat di tarik
kesimpulan perjuangan dan perkaderan tak butuh pengakuan.
Bisa saja hal ini menjadi perdebatan yang
akan selalu ada. Di satu sisi HMI Dipo terus menyatakan HMI MPO adalah HMI
ilegal. Namun di satu sisi HMI MPO dari sejarah perjuangan mereka adalah
orang-orang yang konsisten tetap mempertahankan asas islam hingga sekarang.
Hal ini bisa saja tak akan ada habisnya,
cukup kita mengambil hikmah. Media dengan pemberitaan telah membuka lembaran
sejarah HMI yang selama ini hanya di ketahui oleh kader HMI, selain itu media
telah menunjukkan perbedaan yang jelas dari kedua HMI ini. Untuk selanjutnya
mari kita menunggu apakah dua efek diatas hanya di bahas di jejaring sosial
atau ada efek lain? Saya mengira kader-kader HMI memposisikan diri agar
perjuangan dan perkaderan tetap berjalan.
Belum ada tanggapan untuk "HMI DAN EFEK MEDIA"
Post a Comment