Saya mungkin adalah salahsatu pembaca yang
sangat senang membaca berita-berita seperti media Kompas dan Tempo. Dalam
mencari informasi tentang isu nasional yang sedang hot saya akan langsung
mencari di dua media nasional ini.
Terkait Kongres HMI yang baru-baru ini
mendapat berita miring tentang “Makan di restoran dan tidak bayar”
http://nasional.tempo.co/read/news/2015/11/22/058721258/rombongan-hmi-21-bus-mampir-di-restoran-makan-lalu-kabur
saya cukup kaget tapi tak ingin mengshare berita ini. Belakangan muncullah berita dari PKS piyungan
online
http://www.pkspiyungan.org/2015/11/usaha-tempo-menyetankan-hmi.html?utm_source=dlvr.it&utm_medium=twitter&m=1
yang kemudian mengkritik Media Tempo Online dengan judul yang sangat menakutkan
“Menyetankan”. Mungkin karena merasa teraniaya oleh berita miring tetang
kongres HMI banyak kader HMI yang tidak kritis melihat isi dari tulisan Yons
Achmad seorang pengamat media.
Baiklah mari kita kaji juga tulisan Yons
Achmad ini agar kiranya Tempo yang di sudutkan juga mendpatkan posisi yang
berimbang.
Pertama dari segi judul yang berbunyi “Usaha
Tempo Menyetankan HMI” sebagai seorang pengamat media harusnya memilih kata
yang baik. Jika maksud atau tujuan mengkritik maka kata-kata yang baik juga di
butuhkan agar maksudnya tersampaikan dengan baik, jika ingin mengkritik media
maka cukuplah dengan judul yang baik bukan dengan judul yang sangat buruk.
Seakan-akan Tempo adalah media Setan yang ingin menyetankan HMI di mata
masyarakat. Ketika mencoba mencari profil Yons Achmad saya melihat penulis
adalah orang yang sangat akrab dengan usaha-usaha media dakwah yang islami tapi
saya heran dan kening berkerut ketika melihatnya menggunakan kata-kata yang
kasar dalam melayangan kritik.
Selanjutnya saya mengutip isi berita PKS
piyungan yang berbunyi “Dalam kasus ini, kita ambil contoh kecil Tempo. Sebuah
judul berita di Tempo (22/11/15) berbunyi begini “Rombongan HMI 21 Bus Mampir
di Restoran, Makan, Lalu Kabur”. Di era media sosial sekarang ini, postingan
berita dengan judul begini tentu sangat berpotensi memicu reaksi dari pembaca”.
Pertanyaanpun juga sangat layak di layangkan kepada PKS Piyungan apakah berita
yang cenderung mengkritik/ membela dengan kata-kata kasar seperti “menyetankan”
juga tak akan berpotensi memicu reaksi yang besar bagi organisasi sekelas HMI
untuk membenci Tempo.
Saya justru curiga tulisan yang cenderung
menyudutkan Tempo justru bukannya memperbaiki perilaku wartawan justru hanya
menyulut permusuhan. Sehingga nantinya yang terjadi bukan kritik membangun
media dan prilaku wartawan tapi lebih kepada memprovokasi untuk saling
membenci. Kalaupun isi berita Tempo menyudutkan HMI, maka menurut kacamata saya
isi Berita PKS Piyungan sama saja bahkan lebih parah selain menyudutkan juga
mengeluarkan kata-kata kasar yang tak pantas dimunculkan pada public dan
menimbulkan kebencian apalagi untuk media sekelas PKS Piyungan yang masih gagal
move on dengan kemenangan Jokowi saat Pilpres.
Lanjut tulisan Yons Achmad pada bagian kedua
mengatakan “Tempo tidak konsisten. Dalam judul berita tertulis “Rombongan HMI
21 Bus Mampir di Restoran, Makan, Lalu Kabur”. Namun di isi berita tertulis:
Seorang pemilik restoran di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, mengalami kerugian
Rp 12 juta setelah serombongan penumpang bus makan di restorannya tanpa membayar.
Diduga rombongan itu adalah anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang akan
mengikuti Kongres ke-29 di Pekanbaru. "Sebab di busnya ada tulisan
'rombongan HMI'," kata Kepala Kepolisian Resor Indragiri Hulu, Ajun
Komisaris Besar".
Kata diduga perlu di fahami, dalam berita
Tempo menuliskan jika pemilik restoran telah melaporkan kepada polisi maka jika
baru sebatas di laporkan maka posisi anak-anak HMI adalah masih di duga sebagai
pelaku sekalipun dalam laporan pemilik restoran telah mengatakan rombongan HMI.
Karena Rombongan HMI sudah di laporkan maka status di duga melekat dengan
keterangan dari si palapor jika pelaku adalah rombogan HMI karena belum ada
proses hukum oleh kepolisian.
Selanjutnya masih pada bagian kedua Yons
menulis “Disini Tempo memang punya frame untuk “menghajar HMI” lewat judul
berita tak peduli benar atau tidaknya pelakunya anak-anak HMI, sementara di isi
berita ditulis diduga”. Lagi-lagi seorang Yons Achmad mengeluarkan kata-kata
yang tidak pada tempatnya dan tidak semestinya.
Kata “menghajar HMI” adalah
kata kerja yang menunjukkan tindakan yang kasar yang justru menimbulkan nada
provokatif dalam tulisan seakan-akan Tempo adalah pembenci HMI. Masalah benar
atau tidaknya dugaan ini maka Polisi yang menjadi tempat pemilik restoran melapor
pastilah akan bertanggung jawab terhadap kata-katanya apalagi jika di
publikasikan oleh media sekelas Tempo dan hal itu yang menjadi rujukan Tempo
menulis berita. Tolonglah Pak Yons Achmad fahami kode etik jurnalis dalam
menulis.
Selanjutnya isi tulisan Yons Achmad di bagian
ketiga dalam PKS Piyungan mengatakan “Tidak berimbang. Dalam kasus ini Tempo
hanya mengutip kisah dari Polisi saja, tidak berusaha misalnya melakukan
konfirmasi atau wawancara dengan panitia kongres HMI. Dan ini saya yakin kalau Tempo
mau pasti bisa dilakukan. Misalnya, kalau memang hal ini dilakukan, kita
mungkin akan mendapat informasi, contohnya mungkin nanti panitia akan bilang
“Kalau memang benar kader HMI melakukan itu panitia akan bertanggungjawab”.
Benarkah tidak berimbang, mari coba buka lagi
isi berita Media Tempo apakah tak ada konfirmasi kepada Panitia Kongres?
Cobalah buka kembali dan lihat baik-baik pada paragraph 7 dan 8 yang isinya seperti
ini;
“Ketika dihubungi terpisah pada Senin, 23 November 2015, Panitia Kongres
ke-29 HMI mengatakan, kekurangan uang makan oleh rombongan anggota HMI di
sebuah restoran, telah dibayarkan oleh alumni. "Sudah dibayarkan KAHMI
(Korps Alumni HMI)," kata Dhihram Tenrisau, bagian hubungan media Kongres
HMI, lewat telepon.
Dhihram mengatakan rombongan HMI itu sulit
diketahui asalnya karena sudah bergabung sejak di Jakarta dan berangkat
bersama-sama ke Pekanbaru. Ia menambahkan, atas kejadian ini, panitia dan Ketua
Umum Pengurua Besar HMI berusaha untuk membenahi supaya peristiwa ini tidak
terjadi lagi di kemudian hari”.
Sekarang pertanyaannya apakah Yons Achmad
hanya membaca awal dari berita Tempo seperti gambar screen berita Tempo yang di
pajang pada PKS Piyungan atau Yons adalah orang yang kurang teliti membaca
keseluruhan isi berita baru membuat kesimpulan. Ini kritik, membela, atau
memfitnah jika melihat tuduhan Yons Achmad dapat di pastikan isi dari PKS
Piyungan adalah fitnah dengan mengatakan Tempo tak berimbang tak mengkonfirmasi
dan tak mewawancarai panitia Kongres HMI.
Diakhir tulisan ini saya kutip lagi tulisan
Yons Achmad yang bunyinya seperti ini “Beginilah wajah Tempo ketika
memberitakan sesuatu yang “berbau Islam”. Akan selalu sinis dan seterusnya saya
kira akan begitu. Tapi lagi-lagi, mereka, atas nama kebebasan ekspresi
boleh-boleh saja memberitakan demikian. Tapi masyarakat juga tidak bodoh untuk
melihat semua ini dengan kacamata kritisnya sehingga tidak akan mudah termakan
penyesatan (opini) berita oleh media”.
Kalimat yang mengatakan “berbau islam akan
selalu sinis dan seterusnya begitu” harus kita perhatikan baik-baik. Apa
hubungan antara kritik prilaku media Tempo dengan sinisme terhadap islam?
Apakah benar Tempo sinis terhadap islam, bagi saya jika seorang pengamat yang
baik dan sudah menjadi pakar tak layak melotarkan tuduhan yang tidak benar dan
tidak mendasar. Bahkan konfirmasi terhadap panitia Kongres HMI di sertai dengan
bukti kwitansi juga di rilis Tempo silahkan baca di situs ini:
http://nasional.tempo.co/read/news/2015/11/23/058721491/makan-tak-bayar-panitia-kongres-hmi-tagihan-dibayar-alumnus.
Jika Yons Achmad mengatakan Tempo selalu
sinis dengan hal-hal yang berbau islam maka dengan fitnah yang di lontarkan
Yons dan PKS Piyungan ini saya juga akan berkata “begitulah Yons Achmad
pengamat media dan PKS Piyungan selalu sinis terhadap Tempo dan seterusnya akan
begitu”. Selalu berargumen dengan membangun sentiment islam dan
kelompok-kelompok yang tak disenanginya. Frame tulisan Yons Achmad ini lebih
memperlihatkan sentimen, kebencian terhadap kelompok tertentu, dan fitnah
dengan membawa-bawa nama islam sebagai pembenaran atas analisisnya.
Selanjutnya saya akan menyatakan keheranan
saya mengapa Yons Achmad dan PKS Piyungan hanya menyoroti Tempo saja bukankah
ada banyak media online lain yang memberitkan berita-berita miring tentang Kongres
HMI? Semoga Yons Achmad bisa memberikan jawaban atas pertanyaan saya ini.
Namun saya sangat prihatin kepada kader-kader
HMI baik yang pergi Kongres di Riau maupun yang tidak ikut, senior-senior, dan
kanda-kanda Alumni HMI yang terus memantau perkembangan media termakan tulisan
PKS Piyungan ini. HMI yang selalu megajarkan prinsip berfikir rasional dan
ilmiyah mengapa tak bisa teliti atau Tabayyun terhadap informasi PKS Piyungan
yang isinya provokatif, kasar, menyebarkan kebencian di negera sedikit kacau
ini, dan isi informasi fitnah. Mengapa tak melakukan perbandingan sebelum
menjadikan media PKS Piyungan sebagai rujukan untuk membantah berita-berita
tentang Makan Gratis di Restoran.
Akhirnya dengan membaca berbagai media yang
memberitakan Kongres HMI di Riau saya lebih percaya pada berita Media Tempo
daripada berita PKS Piyungan
Artikel telah di muat di kompasiana :
http://www.kompasiana.com/acep_krisandy/rombongan-hmi-puyengnya-pks-piyungan-terhadap-tempo_56540272f57e611b05eea498
Belum ada tanggapan untuk "ROMBONGAN HMI, PUYENGNYA PKS PIYUNGAN TERHADAP TEMPO"
Post a Comment