Citra surga selalu di hadirkan dengan
kesenangan materi, maka jangan heran jika sebagian orang ingin meraih surga
dengan tujuan materi. Seperti keberadaan bidadari, istana, buah-buahan dll.
Namun sadar atau tidak sesungguhnya surga adalah non materi bukan materi
seperti dunia yang kita huni. Ada maksud tersendiri mengapa kenikmatan surga
harus di sandarkan pada kenikamatan materi, bahasa kenikmatan surga bukanlah
bahasa yang mudah di jangkau oleh manusia terlebih lagi jika ingin di jangkau
dengan panca indra sebagai alat pengetahuan paling rendah pada manusia.
Sejatinya manusia terdiri atas dua bagian yaitu non materi berupa roh dan materi
berupa tubuh. Namun semua terpenjara pada dunia materi yang bernama semesta.
Namun hasrat manusia untuk menggapai berbagai
kenikmatan tidaklah memudarkan keinginan tersebut, apatah lagi jika sudah
menjadi janji Tuhan yang akan memberikan sebagai sebuah ganjaran. Rasional jika
di fikirkan secara aqal sehat dimana segala usaha manusia di dunia ini mengabdi
kepada Tuhan harus terbayar dengan Maha Kenikamatan yang di sebut dengan surga.
Hingga pengabdian berupa pengorbanan nyawa sekalipun menjadi sebuah keharusan
untuk menggapai janji-janji Tuhan.
Tujuan boleh sama tapi cara tentu berbeda
pada setiap individu untuk menuju Tuhannya. Terkadang kita tidak sadar bahasa
manusia yang bertuliskan arab pada kitab-kitab suci yang di turunkan pada
manusia suci Nabi dan Rasul memiliki realitas yang berbeda. Dunia akan
menerjemahkan segala sesuatu yang gaib pada surga dengan bahasa manusia sesuai
tingkatan yang bisa di jangkau oelh setiap mahluk.
Misal saja pada kata buah-buahan atau kata
istana hingga kata bidadari. Kata-kata kenikmatan itu mungkin menggiurkan tapi
apakah realitasnya seperti yang ada pada dunia ini?. Atau bahasa sederhananya
apakah surga sama dengan dunia ini atau berbeda. Surga adalah dirinya sendiri
seperti apa yang di kandungnya demikian pula dengan dunia dan apa yang di
kandungnya.
Maka tak heran ketika kita sering mendapatkan
hadis berupa pengandaian seperti “andai saja kalian tahu apa yang kalian
peroleh pada shalat subuh dan isya maka kalian akan melakukannya sekalipun
dalam keadaan merangkak”. Pengandaian ini bukanlah sesuatu yang tidak benar
tapi sesuatu yang tidak lagi dapat terbahasakan dalam bahasa manusia, hal ini
dapat disaksikan oleh pada Nabi dan Rasul di karenakan karunia Tuhan pada diri
mereka yang kwalitasnya di atas dari manusia biasa.
Perlu kiranya kita memahami kwalitas kita dan
para manusia pilihan Tuhan sangat jauh berbeda. Terlebih lagi dalam mengungkap
dan menyaksikan hal-hal tersembunyi atau sesuatu yang di rahasiakan oleh Tuhan.
Hingga mustahil pula hal itu diu dapatkan dengan cara yang sederhana.
Satu hal yang selama ini mudah kita dapatkan
bagaimana seseorang rela menghilangkan nyawanya dan menghilangkan nyawa orang
lain atas nama jihad. Jihad bagi sebagian oprang sekalipun efek dari jihadnya
juga merugikan orang-orang yang tak terlibat. Alangkah anehnya ketika mereka
sudah bisa memastikan diri akan masuk surga dan menikmati kenikmatan yang di
sajikan Tuhan dalam bentuk surga. Terakhir kita mendapatkan isu tentang
mendapatkan bidadari surga. Mungkin bagi kita dengan tingkat fikiran kita akan
memandang bidadari sebagai wanita yang cantik, penuh keindahan dan semau kita
hendak di apakan. Namun benarkan seperti itu wujud yang sesungguhnya ketika hal
itu benar di dapatkan.
Jika kita mealihat secara kritis apakah jihad
yang lebih banyak membuat kerusuhan dan kegaduhan kemudian mengorbankan nyawa
yang tak berdosa adalah hal yang bisa di benarkan. Analogi sederhana, jika
memang mati dengan membela agama akan mendapatkan kenikmatan surga lalu mengapa
seorang manusia se kaliber Muhammad menekankan pentingnya ilmu pengetahuan
bahkan dalam sejarahnya Rasulullah menekankan setrategi dan musyawarah dalam
peperangan. Hal ini karena sisi kemanusiaan dalam jihad lebih di tekankan, dan
seperti apa arah jihad agar tidak bergeser dari substannsinya maka pendalaman
melalui aqal adalah keharusan. Karena jihad juga mengutamakan citra sebuah
agama di mata semua manusia dan semesta. Salahsatu dalam aturan jihad adalah
melarang menebang dan membakar pepohonan, lalu bagaimana jika sudah
menghilangkan nyawa manusia yang tak memahami persoalan. Mungkinkah Tuhan akan
menyambut dengan jamuan surga?.
Jihad mungkin telah di citrakan sebagai
sesuatu yang hanya meraih kenikmatan semata dengan pertumpahan darah dan
mengorbankan nyawa, tak ubahnya pembenaran semata untuk mendapatkan kenikmatan
surga yang yang tersimbol dalam bahasa materi dunia. Salah memahami sesuatu
maka pasti akan salah menempatkan dalam melakukan. Citra-citra surga ini
mungkin hanya karena memahami agama sebagai sesuatu untuk meraih surga semata
bukan meraih cinta di sisi-Nya.
Citra itu kebanyakan hanya gambaran semata
karena sifat dasar manusia yang tertarik pada kesenangan. Tak ubahnya citra
para politisi menjelang pemilu. Sesuatu yang di hadirkan tidak mewakili
keseluruhan dari yang sesungguhnya. Media dalam menyampaikan citra perlu sebuah
pandangan kritis hingga pemahaman kita bukan hanya apa yang di tangkap indera
semata tapi juga sampai pada penyaksian apa yang berada di balik dari citra.
Kalau hanya kesenangan materi kenapa mesti
repot-repot menumpahkan darah hanya untuk bidadari dan berbagai mimpi-mimpi
materi di surga. Bukankah materi di dunia ini sudah cukup untuk sekedar
dinikmati.
Belum ada tanggapan untuk "SURGA DAN CITRA MATERI"
Post a Comment