1964 saat pasukan DI/ TII pimpinan Kahar
Mudzakkar menjelajahi perkampungan pinggir hutan di danau Matano. Siang itu
pasukan TNI mengendarai lebih dari 10 perahu menuju kampung Nuha yang berada di
pinggir danau.
Sebelum mencapai kampung Nuha pasukan TNI melewati
sebuah tanjung, tiba-tiba tembakan pasukan DI/ TII menyerang kapal-kapal yang kendarai di atas danau. Tak
ada pasukan yang tewas saat itu namun beberapa pasukan terluka.
Tak lama, beberapa ratus meter dari bibir
danau tempat kampung Nuha berada. Puluhan pasukan TNI menghujani kampung Nuha
dengan peluru.
Kampung Nuha yang sudah sejak tadi mendengar
tembak menembak antara pasukan TNI dan pasukan DI/ TII di daerah tanjung kaget
dan berlarian mencari tempat perlindungan.
Pak Muara yang masih berumur 7 tahun berlari
menuju kebun sambil menggendong adiknya yang masih berumur 6 bulan. Muara dan
puluhan warga berlindung di balik pohon besar dari hujanan peluru pasukan TNI.
Namun pasukan TNI sepertinya tak segila
tembakannya. Karena tembakan itu di arahkan ke atap rumah dan pepohonan yang
berada di kampung dan pegunungan.
"Kalau saja TNI menembak rata ke
rumah-rumah mungkin banyak warga yang tewas karena semua warga berlarian di
jalanan" kata Muara mengenang masa itu.
Dibawah pohon besar sambil berjongkok dan
memeluk adiknya Muara berlindung bersama keluarga dan puluhan warga. Orang tua
laki-laki dan dewasa melindungi wanita dan anak-anak merelakan tangkai-tangkai
pohon yang patah karena tembakan menjatuhi tubuh dan kepala mereka.
Entah berapa banyak tangkai pohon besar yang
patah dan pohon-pohon di gunung yang rebah karena hujan peluru pasukan TNI.
Kurang lebih 1 jam tembakan berhenti, namun orang tua melarang untuk beranjak
dari tempat perlindungan.
Pasukan TNI yang mendarat langsung berlarian
mengelilingi kampung mencari orang-orang. Mereka memeriksa setiap rumah yang
atapnya sudah terhambur oleh terjangan peluru.
Di tanah lapang seluruh warga dikumpulkan dan
di tanya tentang keberadaan pasukan DI/ TII yang menembaki mereka ketika berada
di atas perahu.
"Ada yang lihat pasukan gerombolan
disini"?
Setiap laki-laki yang ditanyai menjawab
tidak tahu langsung dihantam dengan popor senjata di bagian kepala dan
belakang. Sejumlah orang juga mendapatkan tendangan sepatu di bagian kaki dan
tubuhnya.
Akhirnya seorang laki-laki memberikan jawaban
yang membuat pasukan TNI menghentikan perbuatan kasarnya.
"Disini ada gerombolan bersenjata yang
lewat tapi kami tak tahu dari mana dan kami tidak kenal".
Jawaban itu memuaskan, sejumlah orang yang
terluka segera di rawat pasukan TNI. Siang itu juga pasukan TNI di bagi dalam 3
kelompok untuk menjaga kampung. Tujuannya agar pasukan DI/ TII tidak masuk
kampung untuk mengambil perbekalan pada warga.
Lebih dari 2 tahun pasukan TNI menjaga
kampung Nuha. Selain membantu warga menggarap tanah, mereka juga melatih
pemuda-pemuda kampung dengan pendidikan militer. Sejumlah pemuda di latih
menggunakan dan merakit senjata.
Bahkan istri muara yang saat itu masih berusia
remaja, dengan mata tertutup dapat merakit senjata laras panjang. Sejumlah
pemuda termasuk istri muara dipersenjatai dan menjadi pasukan relawan untuk
membantu menjaga kampung.
Walaupun di jaga, pasukan DI/ TII tetap bisa
masuk untuk mengembil perbekalan dari warga pada malam hari dan kembali kehutan
untuk bersembunyi.
"Kami tetap berikan ketika mereka datang
karena beberapa diantara mereka adalah warga di kampung ini".
Selama lebih 2 tahun, beberapa kali terjadi
tembak menembak di dalam hutan. Sejumlah orang di tangkap pasukan TNI dan
menurut kesaksian beberapa orang ada yang di bunuh di dalam hutan.
Sebagian wanita yang ditangkap didalam hutan,
merupakan istri dari pasukan DI/ TII di biarkan kembali di dalam kampung.
"Ada beberapa perempuan lari kedalam
hutan tapi ditangkap, ada juga perempuan yang tangannya hampir putus terkena
peluru tapi bertahan selama 3 hari di hutan baru kembali kekampung ini".
Masih menurut Muara, beberapa tahun sebelum
dia lahir pernah terjadi perang selama beberapa hari di Nuha antara Gerakan
Pemuda Sulawesi Tengah dan pasukan DI/ TII.
Pasukan yang berasal dari Sulawesi Tengah
menguasai Nuha dengan maksud menghambat gerakan pasukan DI/ TII namun setelah
beberapa hari di gempur dari danau dan darat mereka mundur ke Morowali.
Belum ada tanggapan untuk "HUJAN PELURU DI PINGGIR DANAU"
Post a Comment