Tim WWF dalam acara Nat Geo Wild |
Dua orang tim dari WWF dalam acara Nat Geo Wild beberapa tahun terakhir
memantau kondisi hewan langka dan habitatnya di Indonesia. Mereka menemukan
fakta jika pemerintah Indonesia tak berdaya melawan perusahaan swasta kelapa
sawit dalam melindungi hutan. Jangankan hutan yang barstatus hutan lindung dan
produksi, mereka justru menemukan sejumlah cagar alam telah di kurangi hingga
hampir habis, hanya untuk menjadi perkebunan sawit.
Efeknya mudah terlihat, perkebunan kelapa
sawit menjadi "medan perang" antara pekerja kebun dan hewan liar.
Misalnya gajah tidak lagi aman di habitatnya. Pemburu yang tergoda oleh gading
gajah tidak akan memberi ruang keamanan, bahkan di dalam hutan. Terlebih jika
telah melanggar batas perkebunan, manusia bisa melakukan semaunya pada
hewan-hewan tersebut, karena dianggap pengganggu. Ulah manusia yang
mengakibatkan kurangnya makanan dan hilang habitat menjadi pemicu perang ini
Bagi masyarakat asli/ lokal dengan kearifan
mereka yang menjaga hutan sebagai sumber air dan mencegah bencana, keharmonisan
antara manusia dan alam telah terjalin sejak dulu. Keberadaan perusahaan swasta
membuka lapangan kerja, ada baiknya. Namun menjadi budak di tanah moyang
sendiri adalah persoalan lain. Tanah, air dan semua sumberdaya untuk
kesejahteraan mungkin hanya di atas kertas “Undang-undang suci” namun tak
bertuah.
Setiap tahunnya, habitat hewan liar semakin
mengecil dalam peta berganti dengan tanaman perusahaan. Setiap rentang itu pula
kita menemukan "korban perang" tak berdosa Maha Karya Tuhan yang ada
sebelum manusia. Mungkin benar semua akan menjadi sejarah dan kenangan bagi
generasi mendatang. Syukur masih bisa mengabadikan Maha Karya Tuhan itu dalam
gambar.
Salah seorang mengatakan "jika saja
pemerintah Indonesia faham, maka pembatasan perusahaan sudah dilakukan, andai
saja pemerintah Indonesia mau saya akan membeli hutan-hutan itu, secara
perlahan agar hewan langka ini tak kehilangan tempat tinggal."
Selain itu hal menarik yang juga diungkap
oleh para pelindung habitat hewan ini adalah budaya korupsi yang telah mendarah
daging dalam tubuh pemerintah. Indonesia dengan predikat korupsi tertinggi di
dunia, telah memberi ruang kepada siapa saja untuk berinvestasi tanpa
memikirkan akibat jangka panjang dari kebijakan penghilangan hutan. Perusahaan
jelas akan memberikan pajak dan bagi hasil pada pemerintah, namun kenyataan
yang ditemukan masyarakat Indonesia masih banyak hidup di bawah garis
kemiskinan. Bukan hanya manusia yang merasakan budaya korupsi ini bahkan alam
yang selama ini menopang kehidupan manusia.
Inilah kenyataan yang di hadapi oleh para
peneliti dari WWF yang terus berussaha menjaga kelangsungan sejumlah cagar
alam, sebagai habitat dari hewan-hewan yang sudah terancam kepunahan. Kenyataan
ini mungkin sulit untuk dilawan, namun bertahan dengan segala usaha, melakukan
lobi, pendekatan pada pemerintah dan masyarakat untuk melahirkan kesadaran
mereka. “Inilah kenyataan yang harus kita hadapi negara ini memiliki karakter
pemerintahan yang korup, namun kita tak akan menyerah.”
Jika Iwan Fals berkata dalam lagunya “Kota
laksana hutan belantara yang kejam,” sepertinya akan berbanding lurus saat ini.
Hutan belantara juga laksana kota yang kejam bagi penghuni aslinya dan tak ada
tempat berpijak lagi. Anehnya manusia justru lebih terlihat kebinatangannya di
abad yang selalu digaungkan dengan anti kekerasan dan penuh intelektual.
Belum ada tanggapan untuk "BUDAYA KORUP DAN ANCAMAN LINGKUNGAN"
Post a Comment