Perkembangan teknologi informasi saat ini
tidak hanya memudahkan manusia untuk memperoleh informasi, tetapi pada saat
yang sama juga membuat manusia mendapatkan berbagai macam simbol tentang
dirinya. TV menjadi salahsatu media yang bisa mempengaruhi kehidupan manusia
melalui simbol pada iklannya.
Sejumlah iklan di TV mencoba menghadirkan citra manusia ideal kepada penonton. Sebut
saja iklan tentang laki-laki, di mana iklan media tersebut memiliki cara
pandangnya sendiri. Contohnya iklan pembersih wajah yang dulu hanya kita
dapatkan sebagai kebutuhan wanita rupanya telah merambah dunia laki-laki.
Pada iklan pembersih wajah yang berfungsi
untuk memutihkan hingga mencegah dan membersihkan jerawat, laki-laki ideal
dicitrakan dengan wajah yang putih, bersih, cerah dan bebas jerawat. Pada kenyataannya
setiap manusia memiliki warna kulit yang berbeda. Citra ini seakan menolak keberagaman
laki-laki, dan menghadirkan sebuah cara pandang tunggal sesuai apa yang diharapkan
dari iklan alat kosmetik tersebut. Sesuatu yang dianggap ideal berdasarkan pada
penampakan fisik atau materi.
Selain itu dalam iklan ini, juga menghadirkan
tokoh-tokoh atau artis tertentu. Harapan dari hadirnya tokoh ini agar publik/
penonton dapat mengikuti yang mereka idolakan. Sederhananya seorang tokoh
memiliki banyak pengidola, apapun yang dilakukan oleh yang diidolakan akan
berpengaruh pada yang mengidolakan.
Citra laki-laki selanjutnya adalah tentang
bentuk tubuh yang ideal. Tak jauh berbeda dengan wanita, yang selalu dimunculkan
dengan tubuh yang langsing bahkan cenderung sensual. Laki-laki ideal pada iklan
ini dihadirkan dengan bentuk tubuh yang kekar dan berotot. Penyebab hadirnya
bentuk tubuh ini tidak selalu terkait dengan olahraga tapi produk makanan dan
minuman.
Bahkan pada sejumlah iklan lebih cenderung
mendiskritkan orang yang tidak sesuai dengan cara pandanganya. Cara yang
dilakukan dengan perbandingan dua tubuh laki-laki, dan tubuh laki-laki yang
dianggap ideal menjadi sebuah hal yang diidolakan.
Citra media yang setiap hari disuguhkan
secara terus menerus akan menjadi pembenaran bagi penonton. Karena citra dalam
bentuk iklan pada laki-laki ini adalah sebuah hasrat seksual atau langsung
menyentuh psikologi penonton. Yaitu terpenuhinya kebutuhan fisik manusia.
Manusia dengan keragamananya memiliki cara
pandang tertentu tentang sosok manusia ideal yang patut dicontohnya. Cara
pandang ini tidak hanya pada pandangan fisik semata, namun berbagai hal.
Seperti karya, semangat, pemikiran, dan lain sebagainya.
Walau bersembunyi di balik iklan-iklan media,
ekonomi tetap menjadi tujuan utama. Di dalam iklan, produk perusahaan
senantiasa menjadi solusi untuk memenuhi hasrat seksual manusia. Seperti yang
telah dijelaskan di atas tentang wajah dan bentuk tubuh. Kenyataan yang kita
temukan setiap orang akan memandang sesuatu dari sudut pandang berbeda, tanpa
terikat pada satu cara pandang tertentu.
Dalam teori semiotik C.S Peirce mengemukakan
teori segitiga makna, yang terdiri atas tanda, objek, dan interpretant. Tanda
adalah segala sesuatu yang dapat ditangkap oleh panca indra manusia, hal ini
berbentuk fisik yang berada diluar dari tanda itu sendiri. Sedangkan hal yang
menjadi acuan dari tanda ini adalah objek. Di mana objek adalah refrensi dari
tanda dalam kontek kehidupan manusia atau sosial.
Sementara interpretant adalah yang
menggunakan tanda, yang kemudian merubahnya menjadi sebuah makna tertentu
tentang objek. Dalam iklan tentang citra laki-laki bentuk wajah dan tubuh yang
dianggap ideal adalah sebuah cara pandang orang tertentu menjadi acuan yang
dipaksakan pada penonton. Proses pemberian tanda ini muncul ketika laki-laki
dalam iklan dimunculkan, hingga terjadi sebuah komunikasi antara perusahaan
alat kosmetik dan penonton dengan media/ iklan sebagai alat penghubung.
Demikian halnya dalam teori Semiotik
Paragmatik yang mengkaji tentang kegunaan tanda dan efek tanda. Dalam semiotik
pragmatik simbol yang dihasilkan akan berpengaruh pada indra manusia dan
perasaan pribadi dalam bentuk persepsi oleh yang mengamati. Hasilnya akan
mempengaruhi pengamat sebagai pengguna atau simbol sebagai sebuah wujud yang
akan mempengaruhi pengamatnya dan pemakainya.
Dari hasil produk perusahaan yang kemudian
dilekatkan pada simbol wujud ideal manusia, kita akan memahami media telah
menjadi arsitek dari tubuh manusia. Tubuh manusia sebagai objek iklan coba
untuk direkonstruksi dengan menjadikan produk perusahaan sebagai alat pemenuhan
hasrat manusia. Hingga pemenuhan kebutuhan ini sebagai efek dari iklan tak
lebih dari pemenuhan kebutuhan hewani/ fisik semata.
Piere Bordieu menyebut hal ini dengan
‘kekerasan simbolik’, suatu bentuk kekerasan khusus tentang hubungan mekanisme
bahasa dan kekuasaan, yaitu sebuah ‘kekerasan yang halus dan tak tampak’, yang
tidak dikenal, atau hanya dikenal dengan menyembunyikan diri pada tempatnya
bergantung.
Diakui atau tidak sebuah bentuk pemaksaan
halus oleh media melalui iklan telah mendominasi dunia komunikasi saat ini.
Walau tak diakui namun kenyataannya seakan diakui, terlebih lagi media hanya
menggunakan komunikasi satu arah pada penonton. Dominasi media yang menciptakan
mekanisme bahasa inilah yang coba melakukan pemaksaan atau kekerasan halus dengan
sistem komunikasi sedemikian rupa. Sementara perusahaan pemilik modal dan
produk sebagai ‘penguasa’ yang memanfaatkan media untuk melegitimasi tujuannya
pada penonton.
Untuk itu setiap penonton mungkin perlu
memikirkan setiap iklan pada media tentang kebutuhan fisik manusia. Hal itu
belum tentu menjadi kebutuhan manusia, tapi hanya sekedar pemenuhan hasrat
semata.
Pernah dimuat di: http://www.sureq.org/2016/08/citra-laki-laki-dalam-iklan.html
Belum ada tanggapan untuk "Citra Laki-Laki Dalam Iklan"
Post a Comment